"Astaga, bagaimana bisa?"
"Dia mengira aku berbuat jahat pada Abi Assegaf."
Kemarahan Tuan Effendi naik ke permukaan. "Assegaf! Gara-gara dia lagi! Dia harus kuberi pelajaran!"
"Jangan, Pa..." cegah Calvin. Ia merasakan helaan nafasnya semakin lemah, semakin menipis kekuatan di tubuhnya. Namun tak ingin ia tunjukkan kelemahan itu.
"Papa tidak rela anak Papa dilukai hanya karena salah paham!"
"Membalas dendam bukan penyelesaian, Pa. Aku baik-baik saja. Papa tidak perlu khawatir."
Jangan harap Tuan Effendi percaya. Calvin berdarah-darah begini, masih menyebut dirinya baik-baik saja? Luka, sekecil apa pun, berbahaya bagi penyintas kanker darah.
Melihat kondisi Calvin, ia kesampingkan sejenak esensi kemarahan. Sikapnya kembali melembut.
"Sekarang apa yang kauperlukan, my Dear Calvin?" tanyanya lembut.
"Aku ingin istirahat, Pa."
"Ok. Papa di sini...Papa jaga kamu."