"Maaf, Adica. Sungguh aku tidak bermaksud membuat Abi Assegaf sedih. Percayalah..."
"Aku tidak percaya! Katakan sejujurnya, kauapakan ayahku?!"
Salah paham itu sakit, sakit sekali. Mengapa Adica menuduhnya? Ditampar saja sudah menyakitkan, apa lagi dihujani tuduhan tak berdasar. Sulit sekali membuat adiknya percaya.
** Â Â Â
"My Dear Calvin, siapa yang telah berbuat begini padamu?" sergah Tuan Effendi panik.
Calvin mengusap noda darahnya. "Tidak perlu mempermasalahkannya, Pa."
"Katakan, siapa yang melakukannya!"
Nada suara Tuan Effendi meninggi. Ia meninggalkan kantor lebih awal saat mendapat telepon dari istrinya. Kata Nyonya Rose, Calvin kembali ke rumah dengan wajah pucat. Noda darah dimana-mana.
"Calvin, bukankah anak harus menjawab pertanyaan orang tua?"
Sudah tiga kali. Tiga kali orang tua bertanya pada anak.
"Adikku...anak yang Papa sia-siakan." lirih Calvin.