Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Langit Seputih Mutiara] Jika Aku Harus Mengulang Hidupku Lagi

21 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 21 Desember 2018   08:54 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Pixabay.com

Susu hangat dituangkan. Selai dioleskan ke atas lembaran roti. Kotak-kotak keju dan mentega tersusun di satu titik. Enam pelayan bergerak kesana-kemari, memastikan meja makan tertata rapi. Sang nyonya rumah berdiri tegak, mengecek segalanya sempurna. Nyonya rumah satu ini tergolong perfeksionis.

"Perfectionist," desis Revan, mengomentari tingkah Silvi bolak-balik ke cermin hanya untuk merapikan gaunnya. Silvi memajukan bibirnya, kesal dengan ucapan sang kakak.

Kakak? Ya, Adica berusaha menjadi kakak, sahabat, kekasih, dan saudara yang terbaik untuk Syifa. Lihat saja apa yang dilakukannya pagi ini: membantu Syifa mencarikan jurnal internasional.

"Topikmu ini tergolong jarang diteliti. Kamu harus cari banyak referensi, Syifa." Adica lembut menyarankan. Disambuti anggukan Syifa.

Sedikit saran yang dilayangkan Calvin diabaikan Tuan Effendi. Sampai kapan pun, dia takkan mau berdamai dengan Abi Assegaf. Kecuali bila Adica kembali ke pelukannya. Calvin menatap masygul Papanya, melambaikan tangan saat Porche 911 itu meluncur pergi.

"Jangan pergi..." gumam Abi Assegaf lirih.

Tubuhnya merosot pelan dari sofa. Ia terlarut dalam tidur, bermimpi buruk. Suara radio diikuti debur ombak yang terdengar di balkon tinggi tak menenteramkannya.

"Assegaf? Masya Allah...!"

Arlita berlari ke balkon. Dengan lembut, ia benarkan posisi tubuh suaminya. Saat itulah Abi Assegaf menggenggam erat tangan Arlita.

"Arlita, jangan pergi..." Ia memohon.

"Tidak, aku tidak kemana-mana. Aku di sini, Sayang. Kau kenapa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun