"Calvin...anakku, kamu datang." Abi Assegaf bergumam lirih.
"Iya, Abi. Aku di sini. Abi tenang saja ya? Aku takkan meninggalkan Abi...sampai yang lain datang."
Tergetar hati Abi Assegaf. Di saat istri dan anak-anaknya sibuk, malaikat lain hadir menolongnya.
"Abi, are you ok?"
Pertanyaan Calvin tak terjawab. Disela kedatangan Arlita dan tim dokter. Calvin melangkah mundur, memberi spasi cukup luas.
Wajah tegang Arlita berubah lega mendapati Calvin ada di dekat suaminya. Wanita cantik itu berterima kasih berulang kali. Entah apa jadinya bila tak ada Calvin.
"Terima kasih Calvin, terima kasih...kamu datang lebih cepat."
Ucapan terima kasih itu hanya berbalas senyuman tipis. Hati Calvin berangsur tenang. Setidaknya, Abi Assegaf telah dikelilingi orang-orang yang tulus padanya.
Mata Arlita berkaca-kaca menatapi wajah pucat Abi Assegaf. Sesal menusuk jiwa. Ia menyesal, menyesal telah meninggalkan Abi Assegaf terlalu lama. Seharusnya dia mampu mengukur skala prioritas. Bodoh sekali dirinya melupakan prioritas utama.
"Arlita...jangan menangis." bisik Abi Assegaf, lembut memegang tangan istrinya.
Buru-buru Arlita menyeka mata. "Maafkan aku, Sayang..."