"Kamu harus kuat...jadikan ini sebagai motivasimu untuk sembuh. Kalau bukan kamu, siapa lagi?"
Adica mengangguk mengerti. Tangan Revan terulur. Pela ditepuknya punggung Adica. Tulus dipujinya pemuda itu. Revan memuji ketegaran, kekuatan hati, dan cara Adica menunjukkan bukti cintanya sebagai anak.
"Tuan Adica..."
Sebuah suara menyapanya dari arah pintu utama. Cepat ia memutar tubuh, lalu terperangah.Koh Bast berdiri tegap. Wajahnya mencerminkan kesedihan bercampur keharuan.
Kakinya bergerak pelan. Mendekat, mendekat, mendekat, lalu memeluk mantan bosnya di kios koran. Koh Bast menatapnya lama. Seperti seseorang merindu saudaranya.
"Sekarang kamu sudah kembali kaya...kembali jadi tuan muda. Firsatku benar. Aku senang sekali kamu kembali seperti dulu, Adica." ujar Koh Bast tulus.
Di kejauhan, Calvin menatap perih. Lihatlah, adiknya begitu mudah memeluk orang lain. Sementara keluarga kandungnya sendiri?
Acara pun dimulai. Katakanlah ini semacam workship. Abi Assegaf memiliki banyak teman. Teman-teman dari berbagai etnis dan agama. Bukan tanpa alasan Adica mengumpulkan semua teman Abinya.
Semua orang berkumpul di ruang tamu. Pakaian mereka berwarna gelap. Pastor, ustadz, pendeta, dan bhikkhu duduk di kanan-kiri Adica dan Abi Assegaf.
"Terima kasih atas kedatangan hadirin semua...SAYA, Adica Wirawan Assegaf, ingin meminta doa pada hadirin sekalian. Doakan kesembuhan ayah saya, Zaki Assegaf."
Semua orang trenyuh. Semua terlarut. Duka kembali hadir dalam keluarga Assegaf. Keluarga baik hati yang luar biasa.