Mendengar itu, Tuan Effendi bertolak pinggang. Nyonya Rose mengerjapkan mata. Calvin sedikit menundukkan pandang.
"Ummi Arlita, saya minta maaf. Tapi, kenyataannya dia memang adik saya. Saya menginginkan dia, saya merindukan dia..."
"Suamiku jauh lebih mencintai dia dari kamu. Dari keluarga kandungnya sendiri yang telah menyia-nyiakannya." sela Arlita sarkastik.
Kata-katanya tajam menusuk. Setajam pedang Gryffindor yang ditusukkan ke Horcrux kalung Slytherin milik Voldemort dalam serial Harry Potter 7. Calvin dan kedua orang tuanya terenyak.
Intimidasi, itulah strategi Arlita. Lawan musuhmu dengan cara memblok mentalnya. Arlita akan melakukan apa pun demi kebahagiaan Abi Assegaf dan keutuhan keluarganya.
Sudah, sudah cukup. Hati mereka telah cukup diberi dosis kesakitan. Arlita berbalik kembali ke dalam ruangan. Disambuti tiga pasang mata yang menatap penuh arti.
"Kau tak perlu khawatir, Assegaf. Mereka takkan berani macam-macam." ucap Arlita, lalu mencium kening Abi Assegaf.
Mata Abi Assegaf terpejam. Wajah Syifa berangsur lega. Adica menatap hampa ke luar jendela. Pikirnya, apa yang dilakukan Arlita benar. Toh ia tidak menginginkan lagi keluarga kandungnya. Setelah apa yang mereka lakukan selama ini. Pintu hati Adica tertutup rapat untuk mereka. Jangan salahkan hati yang membeku karena ketidakpedulian dan pembiaran. Hati tak pernah salah.
**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H