"Jangan sekarang, Rose. Belum saatnya..."
Tuan Effendi mendesah tak sabar. "Terus saja kaukatakan belum waktunya."
"Sungguh, Effendi. Sekarang bukan saat yang tepat. Kurasa, orang terhormat sepertimu takkan serendah itu merusak perayaan pernikahan."
Benar juga. Derajat Tuan Effendi dan Nyonya Rose terlalu tinggi kalau harus merusak perayaan.
Berkali-kali Tuan Effendi melempar pandang rindu ke arah Adica. Tak puas menatapi sosok tampan yang kini bercengkerama dengan Abi Assegaf, Arlita, Deddy, dan Sasmita. Kedua tangannya terkepal. Tidak, dia tidak rela melihat putranya dekat dengan ayah lain. Adica miliknya, bukan milik Abi Assegaf.
Pikirannya terbaca. Dokter Tian menenangkannya. Ia katakan Tuan Effendi tak boleh gegabah.
"Zaki Assegaf bukan orang sembarangan. Hati-hati, Effendi."
Gesture Tuan Effendi tertangkap radar Deddy dan Sasmita. Duo penyiar senior itu saling sikut. Mereka menatap curiga pada pria paruh baya oriental itu.
"Pssttt...Assegaf, coba lihat ke situ." tunjuk Deddy.
Demi mendengar nada khawatir teman baiknya, Abi Assegaf berpaling. Ia terenyak menyaksikan gesture aneh Tuan Effendi.
"Mengapa Effendi memandangi Adica seperti itu?" selidiknya curiga.