Laut pun ikut menghayati. Debur-debur ombaknya teramat halus. Butir-butir pasir seakan ikut bernyanyi. Langit dan laut begitu biru, indah sekali hari ini.
Hari bahagia Abi Assegaf dan Arlita. Seisi dunia merestui, langit pun begitu. Allah, para malaikat, dan seluruh dunia seakan telah berkonspirasi untuk membuat hari ini lebih indah.
Tak ada hujan. Tak nampak kilatan petir. Langit bersih tanpa awan. Laut begitu tenang. Sampai-sampai Silvi yang takut dan trauma dengan laut, mampu meredakan ketakutannya. Keadaan Revan pasca kecelakaan tak lagi mengkhawatirkan. Kesehatan Calvin dan Adica cukup bagus. Abi Assegaf perlahan melewati rasa sakit dan ingatan buruk itu. Arlita akhirnya luluh. Gegara sakitnya Abi Assegaf, ia mau rujuk kembali. Adakah yang lebih indah dari semua itu?
Pernikahan kedua jauh lebih khidmat. Prosesi akad nikah hanya dihadiri Calvin, Silvi, Revan, Tuan Effendi, Nyonya Rose, Deddy, Sasmita, dan Dokter Tian. Tak ada resepsi megah. Semuanya berbalut kesederhanaan penuh syukur dan cinta.
Dengan lembut, Abi Assegaf memasangkan cincin emas bertatahkan berlian ke jari manis Arlita. Lalu ia kecup kening wanita yang kini kembali menjadi istrinya.
"Seperti apa ya, rasanya menikah?" desah Silvi, pandangannya menghujam langit biru.
Syifa tersenyum simpul. Pelan mencubit sahabat wanitanya.
"Ah, kamuuu...nanti juga kamu nikah sama Calvin. Semua ada waktunya."
Kedua pipi Silvi merona merah, merah sekali. Ia tertunduk dalam. Susah payah menyembunyikan rona pipi dan degup jantungnya. Senyuman Syifa kini berubah menjadi tawa geli. Diikuti tawa semua orang di tepi kolam renang itu.
Tak mau jadi yang tergoda sendirian, Silvi berkata cepat. "Kamu sendiri? Kapan nyusul ke pelaminan sama Adica? Masa anak kalah sih sama ortunya?"
Hampir saja Syifa tersedak jus apelnya. Silvi tersenyum puas, pelan menepuk-nepuk punggung putri semata wayang Zaki Assegaf itu. Tanpa diduga, Adica dan Calvin bergabung ke dekat mereka.