** Â Â Â
Selama menjalani perawatan intensif di rumah sakit, Calvin menerima banyak kunjungan dari orang-orang yang care padanya. Ia sering dikunjungi teman-temannya, para pembaca blognya, dan rekan-rekan sesama model. Jangan khawatir, Calvin tak pernah kehabisan pembesuk tiap harinya.
Pagi ini, Calvin mendapat kunjungan tak terduga. Seorang desainer yang peernah mengontraknya datang. Ia berkunjung tidak dengan tangan kosong. Sebuket besar bunga dan parsel buah ia letakkan di meja.
Tanda tanya muncul di hati Calvin. Ia tak mengerti, mengapa ada orang-orang tertentu yang membawakannya bunga? Apa manfaat bunga untuk orang sakit? Kalau buah, mungkin menyehatkan. Meski pada kenyataannya buah lebih banyak dinikmati penunggu pasien dibandingkan pasien itu sendiri.
Kunjungan si desainer ternyata tak membawa madu, tapi ia membawa racun. Ia bercerita kesuksesannya membuka cabang butik di beberapa kota. Awalnya, tak masalah bagi Calvin. Dia senang mendengar kesuksesan orang lain. Mungkin juga si desainer ingin memotivasi, begitu pikirnya positif.
Namun, lama-kelamaan desainer itu makin keterlaluan. Dia mengaku kecewa karena Calvin tak bisa lagi membawakan koleksi karya terbarunya. Disesalinya kondisi Calvin yang kini tak lagi sehat. Lalu dia membandingkan Calvin dengan model baru yang dikontraknya.
Calvin sedih. Perasaan tak berguna merayapi hati. Diikuti sergapan rasa rindu. Rindu modeling, rindu kampusnya, dan rindu banyak hal.
"Kenapa, Sayang?" Tuan Effendi memegang halus tangannya.
"Masih kepikiran desainer itu, ya?"
"Aku rindu modeling, Pa."
"I see. Semua ada waktunya, Dear."