Sesosok gadis cantik bergaun baby pink datang mendekat. Heels setinggi sembilan senti di kakinya tak menghalanginya bergerak lincah. Riasan make up minimalis, hairpiece berformat kepingan salju, dan senyuman manis melengkapi penampilannya.
"Nah, inilah objek kita...yang berulang tahun. Kamu kan harusnya di dalam. Siap menyambut tamu dengan anggun. Kok malah keluar?" Silvi mencium kedua pipi gadis itu.
"Ini aku juga lagi menyambut tamu dengan anggun. Aku keluar ballroom kan buat kalian. Kalian tamu spesialku. Masuk yuk."
Mereka berempat melangkah masuk ke ballroom. Silvi dan Revan melirik waswas ke arah Calvin, memastikannya kuat berjalan sendiri tanpa dibantu. Malaikat tampan bermata sipit itu nampak sedikit lebih kuat. Langkahnya ringan, dan ia tidak terjatuh. Menghargai orang lain Tuhan memberi kekuatan untuk mereka yang ingin berbuat baik.
Dari pintu kaca, terlihat Honda Jazz merah berhenti. Petugas valley segera mengambil alih. Dua orang laki-laki beda usia turun dari mobil. Satu laki-laki berwajah Timur Tengah dan berlesung pipi, satunya lagi lelaki yang jauh lebih muda dengan wajah Chinese yang khas. Keduanya memakai tuxedo putih.
"Abi!" Gadis bergaun pink itu berseru tertahan. Lalu ia berlari meninggalkan Calvin, Revan, dan Silvi.
"Syifa..." kejar Silvi. Revan dan Calvin bergegas menyusul.
Kaki jenjang Syifa bergerak cepat. Kedua lengannya terentang. Belum sempat ia memeluk Abinya, Syifa didahului figur wanita bergaun merah. Wanita awal 50-an dengan tubuh tinggi itu berdiri di depan Abi Assegaf.
"Arlita?" lirih Abi Assegaf, menyebut nama mantan istrinya.
** Â Â Â