Embun kebahagiaan di hatinya lenyap terhisap kelicikan. Tepat ketika Adica bangkit dari rerumputan, sebuah Alphard hitam berhenti. Orang-orang berwajah bulat, berkulit kuning langsat, dan bermata segaris berlari ke arahnya. Adica terperangah. Dalam sekejap, ia seakan dikepung seluruh anggota keluarga Wirawan.
"Oh, ternyata kamu di sini! Jangan bikin malu kami ya!" hardik James Wirawan, salah satu sepupunya.
"Puas kamu?! Puas udah bikin Om Michael meninggal?! Padahal dia sayang banget sama kamu! Om Michael sayang sama anak pungut, orang yang salah buat disayang!" Isabelle Wirawan mendamprat Adica penuh kebencian.
Thomas Wirawan menarik kerah bajunya. James Wirawan menampar tangannya, merampas kartu nama Tuan Effendi. Isabelle Wirawan, Jeany Wirawan, dan Daniel Wirawan melukai jemarinya hingga berdarah. Dengan teganya, mereka menulis sesuatu bertintakan darah: Pembunuh, Pencuri Kasih Sayang.
** Â Â Â
"Perasaanku tak enak..." desah Calvin, bersandar di sofa dengan mata terpejam.
Revan meletakkan tangan di bahunya. "Kenapa? Kamu sakit lagi?"
"Sakit...aku bukan pembunuh."
Adica terus saja merintih kesakitan. Abi Assegaf tak tega. Ia ambil kain kompres dan air hangat. Sepanjang sisa malam itu dilewatinya dalam kasih. Pria berlesung pipi itu tak meninggalkan sisi tempat tidur Adica. Dia hanya beranjak untuk mengganti kain kompresan.
"Papa, aku minta maaf. Aku salah. Harusnya aku mendengarkan Papa waktu itu...aku rindu Papa."
Hati Abi Assegaf tertusuk. Ingin sekali ia gantikan posisi Michael Wirawan di hati pemuda ini. Sejak mengenalnya, Abi Assegaf sudah merasakan benih kasih sayang. Beberapa kali ia tergerak mengadopsi Adica. Namun...