"Nope. Aku ingin menyelesaikan tulisanku, lalu ke kantor."
Bila sudah begini, Calvin tak bisa dibantah. Praktis Calisa hanya bisa duduk di sisinya. Berjaga-jaga atas segala kemungkinan.
Setengah jam berlalu. Artikelnya selesai. Lega, Calvin menutup laptopnya. Ia layangkan pandang ke wajah Calisa. Wajah calon istrinya itu nampak sedih. Bayangan sendu tak dapat tertutupi.
Memegang lembut lengan Calisa, Calvin bertanya. Menanyakan alasan mengapa dirinya bersedih.
"Calvin, bolehkah aku ikut ke kantor? Aku ingin menemanimu," Calisa setengah memohon.
"Boleh saja. Tapi...memangnya kamu tidak ada jadwal pemotretan hari ini?"
Pertanyaan Calvin disambuti gelengan kepala Calisa. Sejurus kemudian, Calvin meraih lembut tangan wanitanya. Menggandengnya ke mobil.
** Â Â Â
Di mobil, keduanya terdiam. Calisa menekan dalam-dalam kepedihannya. Hati Calvin terus meraba kemungkinan. Menduga alasan Calisa berduka. Pasti ada sesuatu.
Radio mobil mengalunkan sebuah lagu. Intronya familiar. Calvin dan Calisa bertukar senyum, lalu bernyanyi mengikuti alunan lagu.