Di tengah keramaian itu, Calvin membawa Angel bersamanya. Sedikit kesusahan menjaga putri spesialnya dari jangkauan orang-orang yang tak semuanya baik. Sejak menjadi ayah, Calvin menjadi lebih protektif. Angel menikmati semua usaha proteksi Calvin. Bukankah bahagia itu harus diperhatikan?
Satu tangan Calvin mendorong troli. Satu tangan lainnya menggandeng Angel menyusuri lorong demi lorong. Menjaganya jangan sampai jatuh, terlepas dari pengawasan, atau terluka.
Kehadiran Calvin dan Angel tak luput dari radar pantauan para karyawan. Kasir, SPG, sampai konsultan produk di booth-booth produk bermerk terkenal, semua menatapi Calvin dengan kagum. Layak disebut Papa idaman. Tak heran, hati karyawan wanita meleleh.
"Angel mau yang mana? Yang ini...atau yang ini?" Calvin memberi pilihan, menunjuk jajaran coklat dan permen di atas rak.
Detik berikutnya, bukan hanya satu jenis produk coklat yang terbeli. Calvin membelikan banyak sekali coklat dan permen untuk Angel. Barang-barang belanjaan di troli makin menggunung.
"Makasih Papa-Vin..." Angel berterima kasih, mencium pipi Calvin.
Entah, Calvin terlalu sayang pada Angel. Tanpa Angel meminta, ia belikan semua itu.
Melewati lorong demi lorong, display demi display, mereka tiba di bagian khusus peralatan sekolah. Calvin membelikan banyak peralatan sekolah baru untuk Angel. Mulai dari tas sampai kotak pensil, semuanya baru dan mahal. Saat itulah Angel melontarkan pertanyaan.
"Papa-Vin, kenapa Angel harus sekolah di sekolah inklusi?"
Sesaat Calvin terdiam. Berhati-hati memikirkan jawabannya agar tidak keliru.
"Biar Angel bisa punya banyak teman." jawab Calvin akhirnya.