Tanpa kata, Silvi berbalik ke pintu di ujung ruang tamu. Pintu membuka ke arah lorong panjang berdinding krem yang memisahkan ruang tamu dengan ruangan-ruangan lainnya. Kau mungkin akan teringat Maze, labirin di Harry Potter 4 yang menjadi tugas terakhir dalam Turnamen Triwizard. Hanya saja, yang satu ini tidaklah gelap dan suram. Justru kesannya hangat dan hommy.
Calvin bergegas mengikutinya. Ruang makan, esanalah Silvi membawa kakinya melangkah. Jam kuno Westminster berdentang enam kali dari arah ruang keluarga.
Delapan kursi mahal berjajar mengelilingi meja besar cinamon glaze di ruang makan. Alunan Mozart Hafner in d' Major no. 35 terdengar. Pumpkin and gorgonzola soup, vitello ala provenyale, dan creamy cheesecake toped with strawberry disajikan. Enam asisten rumah tangga memastikan majikan muda mereka makan malam dengan tenang.
"So, how is your day?" tanya Silvi tanpa menatap wajah Calvin.
"It's a good day. Meeting tepat waktu, rencana membangun cabang keenam gerai, dan..."
Kisah-kisah serunya mengurus perusahaan retail mengalir lancar. Hanya pada Silvi Calvin berbicara seterbuka ini. Dengan orang lain, jangan harap ia akan banyak bicara.
"Stop." Silvi mengangkat tangan, kali ini menatap tajam suaminya.
"Siapa yang memintamu bercerita? Aku hanya tanya, bagaimana harimu. Bukan meminta cerita."
Calvin terenyak. Selalu begitu. Sungguh, selalu begitu.
Sisa waktu makan malam berlalu dalam hening. Keduanya melakukan table manner dengan sempurna. Tanpa cela. Hanya alunan musik klasik yang terus menemani.
Usai makan malam, Calvin meraih tangan Silvi. Menuntunnya ke lantai atas. Kini, Silvi menurut dalam diam. Membiarkan saja Calvin membawanya ke ruang kerja.