Kamar VIP rumah sakit menghilang tak berbekas. Pemandangan berganti ke sebuah villa mewah dengan kolam renang di halaman belakangnya. Calvin dan Young Lady cantik berdiri bersisian di pinggir kolam renang. Sosok tampan Calvin makin menawan dalam balutan jas putih. Gadis cantik di sampingnya mengenakan gaun putih. Serasi sekali.
"Terima kasih mau membacakan buku itu untuk anak-anak penderita kanker mata yang sudah kehilangan penglihatannya..." desah Young Lady, menatap cantik ke arah Calvin.
"Sama-sama. Aku senang bisa melakukannya. Setidaknya, sisa hidupku lebih berguna." ujar Calvin tulus.
"Apa kau punya ikatan emosional dengan mereka?"
"Ya. Karena ada penyakit ganas di tubuh kami. Walaupun jenisnya berbeda. Aku..."
Sunyi. Sempurna sunyi. Aku...apa? Batin Young Lady bertanya-tanya.
"Calvin, are you ok?"
Tak ada jawaban. Tidak, ini tidak benar. Calvin kehilangan suaranya. Malaikat tampan bermata sipit itu diam bukan karena tak ingin menjawab. Tetapi karena ia kehilangan suaranya. Sedetik yang lalu, seperti ada pisau besar yang menusuk tenggorokannya.
Dua detik berselang, Calvin terbatuk. Darah segar mengalir. Refleks ia berlari menjauhi tepi kolam. For God's sake, bahkan kanker ini pun merenggut suaranya.
Calvin, malaikat yang telah memberikan banyak uang, waktu, perhatian, dan kekayaannya untuk menolong anak-anak penderita kanker, kini harus menerima kenyataan. Tubuhnya pun digerogoti penyakit jahat itu.
"Ya Allah...aku batuk darah, mimisan, dan punggungku sakit sekali. Bolehkah aku minta satu hal? Tolong biarkan hanya aku yang mengalaminya...jangan yang lain. Apa yang terjadi padaku, kumohon ya Allah, jangan dialami orang lain." bisik hati kecil sang malaikat berulang kali.