Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berdialog dengan Tokoh Fiksi, Malaikat Mengasihi Anak Penderita Kanker (Bagian 4)

22 Juli 2018   05:43 Diperbarui: 22 Juli 2018   07:13 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kompasianers, pejamkan mata kalian. Cari posisi ternyaman di tempat duduk kalian, tarik nafas. Pelan-pelan...satu, dua, tiga. Kita rileks ya...relaksasi dulu, ok?

Sudah rileks? Sudah, kan? Ayo kita temui tokoh fiksi yang tidak benar-benar fiktif. Tokoh fiksi yang terinspirasi dari sosok nyata. Tokoh yang dihadirkan Young Lady cantik selama setahun ini di Kompasiana. Taraaaaa.....Calvin Wan.

Namun, kali ini mungkin suasananya agak beda. Merefleksikan setahunnya Calvin Wan di Kompasiana.

**    

Piano berdenting lembut. Jari-jari tangan Calvin memainkan nada indah. Potongan demi potongan lagu terdengar. Lagu-lagu yang sangat khas dirinya. Lagu-lagu yang sangat representatif dengannya.

"Kita memang tak sejalan...namun kau adalah pemilik hatiku." (Calvin Jeremy-Pemilik Hatiku).

"Pastikan kita seirama...mengenang kisah kita berdua." (Calvin Jeremy-Nostalgia).

"Aku bukan aku yang dulu...namun cintaku seperti dulu. Merelakanmu aku merasa..." (Rossa-Bulan Dikekang Malam).

"Walau kau masih memikirkannya...aku masih berharap kau milikku." (Isyana Sarasvati-Masih Berharap).

"Tak bisa kusudahi...ku dilema ku berada antara dua cinta." (Calvin Jeremy-Dua Cinta).

Lagu-lagu mengalir. Musik yang sangat khas Calvin Wan. Lembut, slow, dominan dengan piano dan biola.

Piano menghilang. Calvin bangkit, masih mengenakan tuxedo hitam. Runway menyambutnya, diikuti puluhan pasang mata audience. Fashion show. Koreografi dilakukan Calvin dengan sempurna. Langkahnya tegap, gagah, dan maskulin. Memeragakan tuxedo mahal memang tepat untuknya. Diimbangi senyum menawan dan postur tubuh atletis, sempurnalah penampilan Calvin.

Hingga akhirnya...

Runway berputar. Penglihatan matanya memburam. Rasanya seperti jendela yang dibuka-tutup berulang kali dengan kecepatan tinggi. Calvin limbung. Tubuh atletisnya jatuh, jatuh dari atas runway.

Seperti berpusar dalam Pensieve di Harry Potter, runway lenyap. Kali ini berganti di sebuah kamar rumah sakit. Calvin terbaring lemah di ranjang. Mata sipitnya menatap nanar kamar mewah itu. Satu tangannya bergetar hebat saat mengambil iPad. Perlahan ia menulis. Menulis, dan terus menulis. Dalam kondisi sakit, Calvin Wan tetap menulis artikel di media itu. Sesekali ia berhenti karena kelelahan. Lalu ia lanjutkan lagi. Terus, terus, hingga artikelnya selesai dan ditayangkan.

Pintu kamar rumah sakit terbuka. Pria tua yang masih memiliki sisa-sisa ketampanan di masa lalu mendekat. Sambil meneteskan air mata, pria itu memegang tangan Calvin.

"My dear Calvin Wan...jangan pergi. Jangan tinggalkan Papa. Kau harus kuat, Sayang."

"Dimana supir pribadiku, Pa?" tanya Calvin lirih.

"Dia izin hari ini. Ada apa, Nak? Kalau kamu butuh sesuatu, biar Papa yang bantu."

Calvin menghela nafas berat. Pelan menyentuh selang oksigen di hidungnya.

"Aku takut tak ada waktu lagi, Pa. Tolong antarkan sepatu, baju, mainan, dan buku-buku bacaan itu ke yayasan anak penderita kanker. Papa mau melakukannya, kan?"

Begitulah Calvin. Sakit pun masih memikirkan orang lain.

Kamar VIP rumah sakit menghilang tak berbekas. Pemandangan berganti ke sebuah villa mewah dengan kolam renang di halaman belakangnya. Calvin dan Young Lady cantik berdiri bersisian di pinggir kolam renang. Sosok tampan Calvin makin menawan dalam balutan jas putih. Gadis cantik di sampingnya mengenakan gaun putih. Serasi sekali.

"Terima kasih mau membacakan buku itu untuk anak-anak penderita kanker mata yang sudah kehilangan penglihatannya..." desah Young Lady, menatap cantik ke arah Calvin.

"Sama-sama. Aku senang bisa melakukannya. Setidaknya, sisa hidupku lebih berguna." ujar Calvin tulus.

"Apa kau punya ikatan emosional dengan mereka?"

"Ya. Karena ada penyakit ganas di tubuh kami. Walaupun jenisnya berbeda. Aku..."

Sunyi. Sempurna sunyi. Aku...apa? Batin Young Lady bertanya-tanya.

"Calvin, are you ok?"

Tak ada jawaban. Tidak, ini tidak benar. Calvin kehilangan suaranya. Malaikat tampan bermata sipit itu diam bukan karena tak ingin menjawab. Tetapi karena ia kehilangan suaranya. Sedetik yang lalu, seperti ada pisau besar yang menusuk tenggorokannya.

Dua detik berselang, Calvin terbatuk. Darah segar mengalir. Refleks ia berlari menjauhi tepi kolam. For God's sake, bahkan kanker ini pun merenggut suaranya.

Calvin, malaikat yang telah memberikan banyak uang, waktu, perhatian, dan kekayaannya untuk menolong anak-anak penderita kanker, kini harus menerima kenyataan. Tubuhnya pun digerogoti penyakit jahat itu.

"Ya Allah...aku batuk darah, mimisan, dan punggungku sakit sekali. Bolehkah aku minta satu hal? Tolong biarkan hanya aku yang mengalaminya...jangan yang lain. Apa yang terjadi padaku, kumohon ya Allah, jangan dialami orang lain." bisik hati kecil sang malaikat berulang kali.

Malaikat tampan bermata sipit itu berdarah lagi. Namun ia terus berharap. Agar apa yang terjadi padanya, tidak terjadi pula pada orang lain.

**     

Paris van Java, 22 July 2018

Tulisan cantik dari Young Lady cantik bergaun putih dan bermata biru, refleksi satu tahun Calvin Wan di Kompasiana.

Malaikat turun di Kompasiana.

Happy anniversary, Calvin Wan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun