Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berdialog dengan Tokoh Fiksi, Malaikat Mengasihi Anak Penderita Kanker (Bagian 4)

22 Juli 2018   05:43 Diperbarui: 22 Juli 2018   07:13 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Piano menghilang. Calvin bangkit, masih mengenakan tuxedo hitam. Runway menyambutnya, diikuti puluhan pasang mata audience. Fashion show. Koreografi dilakukan Calvin dengan sempurna. Langkahnya tegap, gagah, dan maskulin. Memeragakan tuxedo mahal memang tepat untuknya. Diimbangi senyum menawan dan postur tubuh atletis, sempurnalah penampilan Calvin.

Hingga akhirnya...

Runway berputar. Penglihatan matanya memburam. Rasanya seperti jendela yang dibuka-tutup berulang kali dengan kecepatan tinggi. Calvin limbung. Tubuh atletisnya jatuh, jatuh dari atas runway.

Seperti berpusar dalam Pensieve di Harry Potter, runway lenyap. Kali ini berganti di sebuah kamar rumah sakit. Calvin terbaring lemah di ranjang. Mata sipitnya menatap nanar kamar mewah itu. Satu tangannya bergetar hebat saat mengambil iPad. Perlahan ia menulis. Menulis, dan terus menulis. Dalam kondisi sakit, Calvin Wan tetap menulis artikel di media itu. Sesekali ia berhenti karena kelelahan. Lalu ia lanjutkan lagi. Terus, terus, hingga artikelnya selesai dan ditayangkan.

Pintu kamar rumah sakit terbuka. Pria tua yang masih memiliki sisa-sisa ketampanan di masa lalu mendekat. Sambil meneteskan air mata, pria itu memegang tangan Calvin.

"My dear Calvin Wan...jangan pergi. Jangan tinggalkan Papa. Kau harus kuat, Sayang."

"Dimana supir pribadiku, Pa?" tanya Calvin lirih.

"Dia izin hari ini. Ada apa, Nak? Kalau kamu butuh sesuatu, biar Papa yang bantu."

Calvin menghela nafas berat. Pelan menyentuh selang oksigen di hidungnya.

"Aku takut tak ada waktu lagi, Pa. Tolong antarkan sepatu, baju, mainan, dan buku-buku bacaan itu ke yayasan anak penderita kanker. Papa mau melakukannya, kan?"

Begitulah Calvin. Sakit pun masih memikirkan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun