Tepat ketika tulisan itu diposting, Calvin dan Adica sampai di San Diego Hills. Sebuah pemakaman yang lain dari pada yang lain. Taman pemakaman eksklusif super mewah milik Lipo Group itu jauh dari kesan suram. Taman pemakaman ini lebih mirip tempat rekreasi keluarga. Restoran La Collina, danau lengkap dengan perahu dayungnya, tempat ibadah, florist and gift shop, dan sales office bernuansa country club menjadi fasilitas yang memanjakan para peziarah.
"Kalau aku meninggal, aku ingin dimakamkan di sini." ujar Adica mengagetkan Calvin.
"Jangan mengucap kata-kata penebar firasat, Adica." Calvin menyahuti, waswas.
"Kamu tahu? Aku sudah memesan makam di sini."
Sesaat Calvin terdiam. Beristighfar dalam hati. Tak menyangka Adica sudah berbuat sejauh itu.
Di Mercy Mansion, mereka berhenti. Memusatkan fokus perhatian pada makam kedua orang tua mereka. Membaca Yasin tiga kali. Berdoa khusyuk untuk orang tua mereka yang telah berpulang.
Anak tetaplah anak. Walau berstatus direktur utama, komisaris utama, walaupun berharta banyak, bakti pada orang tua terus berjalan. Tidak ada yang namanya mantan anak. Samar, Calvin mendengar Adica berbisik di depan makam Mamanya sambil mengecup nisan.
"Ma, sakitkah rasanya dijemput kematian?"
** Â Â Â Â
Desir pasir di padang tandus
Segersang pemikiran hati