Sihar tergeragap. "Oh...tidak, sama sekali tidak. Permintaan maaf ini tulus dari hati. Saya menyadari kesalahan saya."
"Saya tak ingin dikasihani, Sihar. Tapi saya percaya kamu meminta maaf dengan tulus. Jauh sebelumnya, saya sudah memaafkanmu."
"Anda memaafkan saya? Syukurlah...terima kasih." Kelegaan terpancar di wajah Sihar. Calvin menatap adik angkatnya penuh kasih. Bangga pada adiknya yang berjiwa besar dan pemaaf.
Sejurus kemudian ketiganya berjalan beriringan menuju koridor kedua. Banyak petinggi perusahaan yang melihat adegan itu. Mereka salut dan terpesona. Saat melewati tangga, Calvin menahan langkah Adica. Sihar ikut menghentikan langkah.
"Jangan lewat tangga, Adica. Kita pakai lift saja." cegah Calvin.
Betapa cepatnya situasi berbalik. Beberapa bulan lalu, Adica protektif pada Calvin. Sampai-sampai meminta Anton menjaganya. Sekarang justru Calvin yang over protektif pada Adica.
Di dalam lift, Adica meminta sesuatu pada Calvin. Ia ingin berziarah ke makam kedua orang tuanya. Calvin setuju. Ia pun ingin menziarahi makam Papa-Mamanya.
** Â Â Â
Syukur tak pernah lepas dari hatinya. Beginilah jadinya bila berbuat sesuatu demi kebaikan. Selama mendampingi dan membantu Syifa merawat Adica, Calvin merasa sehat. Ia seolah diberi kekuatan oleh Allah. Dirinya memegang amanah menjaga adik angkatnya yang sakit parah. Ia pun mendorong dirinya sendiri untuk tetap kuat. Buktinya, Calvin tak merasakan sakit sedikit pun. Allah selalu merestui niat baik.
Allah memudahkan langkahnya. Tak terkecuali saat menyetir mobil dalam jarak jauh dari kota bunga ke San Diego Hills. Berkali-kali Adica ingin menggantikan, tetapi ditolaknya. Seetengah perjalanan, Calvin toh mengalah juga. Ia melakukannya hanya karena ingin menyenangkan hati Adica.
Alhasil sisa perjalanan dilewati Calvin dengan memperbaharui isi melodisilvi.com. Hari ini Calvin tertarik mengangkat isu kebocoran data Facebook dalam tulisannya. Menurut Calvin, bocornya data Facebook barulah awal sebelum masa keterbukaan data. Brilian juga pemikirannya.