Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Rumah Kedua

6 Maret 2018   05:53 Diperbarui: 6 Maret 2018   05:59 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak ada yang salah dalam mencintai, Nak. Mencintai adalah hak. Tak ada yang bisa melarang orang lain untuk mencintai kita, begitu juga sebaliknya." ujar Dokter Rustian.

"Silvi membenci saya. Dia berulang kali mengusir saya pergi. Saya hanya menginginkan dia bahagia. Ok, untuk saat ini saya tak bisa membuatnya bahagia karena saya sakit. Tapi saya selalu mendoakannya."

Calvin menyeka hidungnya. Ada darah di sana. Kekhawatiran datang lagi.

"Kamu mimisan, Nak. Sebaiknya jangan terlalu larut dalam kesedihan. Sementara ini jangan pikirkan hal itu lagi. Silvi tidak membencimu, saya yakin."

Darah belum berhenti mengalir. Beberapa tetesnya jatuh membasahi tuts piano. Blogger, model, dan pengusaha super tampan itu bersusah payah menahan rasa sakitnya.

**     

Lima menit sebelum tengah malam, bel pintu berbunyi. Dokter Onkologi sekaligus ayah kedua itu mencuci tangannya, membereskan sedikit yang tersisa, lalu membukakan pintu. Adica dan Syifa berdiri di ambangnya. Bayang kekhawatiran melintas di wajah mereka.

"Kalian mencari Calvin?" tebak Dokter Rustian seketika. Disambuti anggukan Adica dan Syifa.

"Dia ada di sini."

Ingin rasanya Syifa sujud syukur saat itu juga. Kakaknya berada di tempat yang aman. Genggaman tangan Adica melonggar. Ia nampak lega.

Belum sempat mereka naik ke lantai atas, sebuah Porche 911 berhenti di depan pagar. Tuan Effendi dan Nyonya Roselina bergegas turun dari mobil, mengucap salam sewaktu akan memasuki rumah. Sepanik apa pun, etika nomor satu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun