** Â Â Â
Alphard hitam itu melaju menembus malam berkabut. Pria tampan berwajah pucat duduk di balik kemudi. Terlihat kuat, sesekali menahan rasa sakit.
Mendengarkan musik sambil berkendara kini dilarang. Apakah berkendara dalam keadaan sakit juga dilarang? Menakutkan, kondisi pria rupawan berwajah oriental dan bermata sipit itu sangat berbahaya. Menabrak bisa jadi risiko utama. Kecelakaan tunggal lebih parah lagi.
Bukan hanya dalam keadaan sakit. Calvin pun mengemudi dalam keadaan frustrasi. Wajah seorang gadis berkelebat di benaknya. Gadis yang telah mematahkan hatinya sore tadi.
"Salahkah bila aku menginginkanmu bahagia, Silvi?"
Mobilnya ia hentikan sejenak di tepi jalan. Calvin bersandar letih, kesedihan membayangi wajah tampannya. Terluka, sungguh terluka. Love is pain.
Calvin sakit. Bukan hanya raganya, tetapi hatinya. Cinta, terkadang bisa sangat menyakitkan. Hatinya berdenyut perih. Perih sekali.
"Mungkin aku memang bodoh, Silvi. Tak apa..." Calvin kembali bicara. Seolah Silvi ada, seolah Silvi mendengar.
"Tapi aku akan selalu mencintaimu. Walau aku mencintai orang yang salah. Karena mencintai adalah pilihan."
Ada kristal bening di sudut mata sipitnya. Samar, namun pekat. Benarkah Calvin mencintai orang yang salah? Sebuah kebodohan bila mencintai orang yang salah.
Luka di hatinya berdarah-darah. Sedih berbaur dengan sakit. Calvin teramat sedih dan kesakitan di saat bersamaan. Tak terbayangkan bagaimana rasanya.