"Sisa hidup yang mungkin takkan lama..." bisik Calvin, setulus hati.
"Akan kulewati bersamamu."
Kerasnya hati Silvi tergoyahkan. Ia limbung, lalu rebah dalam pelukan Calvin. Kedua tangan Calvin membelai rambutnya.
"Relakah kamu begini terus selama sisa hidupmu?" lirih Silvi.
"Selama aku mampu, mengapa tidak?" balas Calvin lembut.
"Buat apa merelakan sisa hidup untuk menemani gadis bodoh, kesepian, kasar, dan nyaris buta sepertiku? Aku tidak berguna."
"Tidak, Silvi. Dan aku rela bila itu harus terjadi."
Di puncak tangga, terdengar seseorang terisak tertahan. Syifa telah pindah posisi. Ia ditarik paksa oleh Adica dari balik manekin. Diseret paksa ke lantai dua. Alhasil Adica dan Syifa mengawasi adegan penuh cinta itu dari atas.
"Kaulihat? Kakak kita yang bodoh itu sudah terbutakan cinta? Harusnya dia menikahi wanita lain. Tak usah repot-repot menghabiskan sisa hidupnya untuk menemani Silvi. Silvi yang cantik, Silvi yang tidak bisa melupakan biarawan itu hingga tak ingin menikah." Adica berkomentar tajam.
Dalam pelukan Silvi, rasa sakit itu datang lagi. Berusaha menahannya, tapi tak bisa. Calvin batuk darah. Tak sengaja menodai gaun cantik berpotongan mewah yang dikenakan Silvi dengan darahnya.
** Â Â Â