"Tidak, kita harus teruskan. No worries."
Susahnya punya kakak keras kepala. Jika sudah punya tekad, Calvin takkan surut langkah.
Samar, di sela alunan lagu-lagu Brian Adams, Adica dapat mendengar suara lembut lain menggumamkan zikir. Suara bass bertimbre berat yang empuk dan merdu. Jika Calvin menggumamkan zikir seperti itu, tandanya ia merasakan kesedihan dan kesakitan. Adica sudah hafal. Ia hanya bisa berdoa memintakan kekuatan.
Sesal di hati Calvin berbaur dengan kesedihan. Seharusnya ia lebih hati-hati. Tidak gegabah. Candaannya menyakiti hati Silvi. Apa lagi pengusaha-pengusaha sukses dan kaya itu tertawa dibuatnya. Jelas Silvi makin tersakiti. Seakan Calvin mempermalukannya dan mengiranya hanya ingat hal-hal buruk tentangnya.
Titik-titik hujan berjatuhan. Tetes dinginnya mengambang di kaca mobil. Hujan, Silvi sangat menyukainya. Calvin serasa terlempar dalam deja vu. Mungkinkah akan terjadi lagi?
Tanda tanya di hatinya buyar seketika. Sakit ginjalnya makin tak tertahankan. Sedetik kemudian...
Tes.
Bukan hanya hujan yang menetes. Darah segar menetes dari hidungnya.
** Â Â Â
"Pulanglah, Syifa." kata Silvi.
"Pulang?" Syifa mengangkat kedua alisnya.