"Aku tidak akan berangkat sebelum kamu minum obat." Silvi berujar tegas.
"Ok...wait."
Beranjak kembali ke mejanya, Calvin meraih gelas berisi air putih dan tablet-tablet obat. Silvi mengawasinya cemas, takut kalau-kalau suami super tampannya memuntahkan obatnya lagi seperti kemarin malam. Kedua tangannya terlipat di depan dada, berdoa agar tak terjadi apa-apa.
Sementara itu, Calvin menggenggam gelasnya erat. Meminum obat satu demi satu. Obat-obatan yang sangat dibencinya. Setiap hari ia meminumnya, tapi rasanya tak ada perubahan apa pun. Ini baru obat-obatan imunosupresif. Ditambah lagi kemoterapi. Langkah medis yang paling mengerikan setelah hemodialisa. Efek sampingnya begitu kejam, bahkan mungkin lebih kejam dari Namrud atau Fir'aun.
Rasa lega menjalari hati Silvi begitu tablet terakhir berhasil ditelan. Ketakutannya tidak terjadi. Dipeluknya pundak suami super tampannya, dikecupnya pipi pria oriental itu.
"Nah begitu...kamu pasti cepat sembuh."
"Semoga saja."
Mengapa Calvin ragu? Buru-buru Silvi menghalau pertanyaan negatif itu dari otaknya.
"Ok, time to go. Dua jam lagi take. Have a nice day, My Lovely Calvin."
"Have a nice day, My Lovely Silvi."
Mengantar istri cantiknya ke pintu, Calvin menahannya sebentar. Mencium kening, kelopak mata, dan pipi wanita blasteran Sunda-Inggris itu. Hati Silvi berdesir. Dibelainya telapak tangan Calvin dengan lembut.