Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Psikolove, Akhirnya Ku Menemukanmu (9)

8 Desember 2017   06:16 Diperbarui: 8 Desember 2017   08:15 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini hadiah ulang tahun terbaiknya. Calvin tak menyangka ia mendapatkan hadiah seindah itu di hari ulang tahunnya. Meski kehadiran hadiah terindah itu sehari lebih cepat, namun kesan manis pun tiba lebih awal.

Ulang tahun Calvin jatuh tanggal 9 Desember. Tinggal sehari lagi. Akan tetapi, hadiah terindah itu datang tanggal 8 Desember. Hadiah Tuhan yang dibawanya jauh-jauh dari Singapura.

Tak sia-sia perjalanannya bersama Silvi ke negeri singa yang merupakan satu dari lima negara pendiri ASEAN itu. Kunjungan mereka ke Singapura bukan kunjungan biasa. Melainkan demi satu tujuan: single parent adoption.

Kini tujuan telah tercapai. Calvin mengadopsi anak sepupu jauhnya. Sempat terjadi diskusi alot antara Calvin dan sang sepupu. Pasalnya, sepupu jauhnya dan suaminya itu beragama Buddha. Sedangkan Calvin pemeluk Islam. 

Sehalus mungkin, Calvin berusaha membujuk pasangan suami-istri itu agar merelakan anak adopsinya memeluk agama yang sama dengannya. Semula mereka tak setuju. Calvin berargumen, bagaimana bisa membesarkan dan mendidik anak dengan agama berbeda? Pada akhirnya mereka mengalah. Anak adopsi itu akan dididik secara Islam dan mengikuti agama ayah angkatnya.

Blogger super tampan itu teramat bahagia. Akhirnya ia bisa memiliki anak lagi. Akhirnya ia diberi kesempatan mengurus dan membesarkan anak lagi seperti dulu. Anak perempuan berumur satu setengah tahun itu sangat cantik. Aurora, cahaya dalam kegelapan. Itulah nama yang diberikan Calvin untuknya.

"Aurora Shafiyah binti Calvin Wan. Semoga menjadi anak shalehah dan berbakti pada keluarga, bangsa, dan agama."

Penutup doa yang sangat bagus dari pemuka agama kepercayaan keluarga. Diamini oleh seluruh keluarga besar.

Sepulang dari Singapura, Calvin langsung mengadakan aqiqah untuk putri cantiknya. Anggota keluarga, teman-teman dekat, dan beberapa rekan bisnis diundang. Acara cukup meriah. Resmilah status Aurora sebagai anak Calvin di mata negara dan agama.

Wajah-wajah bahagia penuh syukur. Senyuman dan doa tulus untuk Aurora. Pujian mengalir mengapresiasi niat mulia Calvin.

"Kamu akan jadi ayah yang baik, Calvin. Aku percaya itu." Kata Adica seraya memeluk kakak semata wayangnya itu.

"Insya Allah. Doakan saja." Calvin tersenyum, membalas pelukan adiknya.

Tuan Erlambang menghampiri mereka. Aurora berada dalam gendongannya. Ia serahkan si kecil Aurora pada Calvin. Calvin menggendong Aurora, sementara putri cantiknya itu terlihat tenang dan bahagia dalam dekapan Calvin.

"Anakmu cantik sekali, Calvin." Tuan Erlambang memuji.

"Iya, Pa. Akan kubesarkan anak cantik ini dengan tanganku sendiri." janji Calvin.

Adica dan Tuan Erlambang tersenyum bangga. Salut dengan kesungguhan Calvin. Bukan Calvin Wan namanya jika tidak konsisten. Sekali berjanji, akan dipegangnya janji itu dengan konsisten dan penuh tanggung jawab.

Tak lama, Clara dan Silvi bergabung dengan mereka. Mencubiti pipi Aurora. Menciumnya, mengelus-elus kepalanya. Gemas dengan si cantik nan imut Aurora.

"Kalau bisa jadi Aurora, aku mau kembali jadi anak kecil lagi." tukas Clara tanpa malu-malu.

Silvi, Calvin, Adica, dan Tuan Erlambang tertawa mendengarnya. Aurora ikut tertawa meski belum paham dialog orang-orang dewasa di sekelilingnya itu.

"Yakin mau jadi anak kecil lagi?" goda Adica, menyentuh ujung dagu Clara.

"Yakin dong. Biar jadi imut dan cute lagi."

Sementara Clara dan Adica saling bercanda satu sama lain, Silvi berpindah ke samping kanan Calvin. Menatap Calvin dan Aurora tak puas-puasnya.

"Happy that you're happy." bisik gadis itu, tulus dan dalam.

"Thanks. Aku senang sekali bisa menjadi ayah angkat. Mulai dari awal...aku bisa merasakan seolah Angel hidup lagi dalam diri Aurora." ujar Calvin.

"I see. Jagalah Aurora. Jadilah ayah yang baik untuknya."

Suara azan terdengar merdu. Aurora tersenyum manis, bibirnya bergumam kecil mengikuti seruan shalat dari Bilal itu. Calvin mengelus-elus kepalanya, Clara dan Silvi menyelimutinya.

"Aurora suka suara azan," ucap Clara tetiba.

"Iya. Dia selalu tersenyum tiap kali mendengar azan." Calvin bergumam mengiyakan, membaringkan Aurora di ranjang.

"Apa dia juga suka mendengarkan murattal?" Silvi bertanya penasaran.

"Yups. Selain murattal, aku juga sering membacakan sendiri ayat-ayat Alquran untuknya."

Ayah yang saleh. Calvin Wan memang ayah luar biasa. Bukan hanya tampan, kaya-raya, dan bisa menjamin masa depan anak yang diasuhnya, ia pun mampu menanamkan nilai religius. Membentuk karakter si anak sebaik mungkin.

"Aku punya ide. Bagaimana kalau kita bacakan ayat Alquran untuknya?" usul Silvi.

"Wow, mengapa tidak?" sambut Clara antusias.

Tanpa kata lagi, Silvi bergegas turun ke halaman depan. Mengambil Alquran Braille miliknya di mobil. Clara dan Calvin bertukar pandang penuh arti.

"Sebaiknya, kamu segera cari ibu untuk Aurora. Masa mau jadi single parent terus?" Clara mengedipkan matanya saat mengatakan hal itu.

"Aku mandul, Clara. Siapa yang mau denganku?" kata Calvin lembut.

Botol susu di tangan Clara nyaris jatuh. Ia terbelalak menatap klien istimewanya.

"Apa? Mandul? Bagaimana mungkin? Kamu tidak pernah bilang."

Calvin menghela napas berat. Cepat atau lambat, kekasih Adica ini harus tahu.

"Ini semua salahku sendiri. Beberapa tahun lalu, aku stress karena pekerjaan di kantor. Stress berkepanjangan membuat kondisiku drop. Beberapa kali aku dirawat di rumah sakit karena kondisi fisikku turun drastis. As you know, faktor psikologis menjadi satu dari beberapa penyebab infertilitas. Saat itulah...vonis menimpaku."

Suara Calvin melemah, lalu menghilang. Clara trenyuh. Divonis mandul saat masih single, sebuah kenyataan yang menyakitkan. Tangan Clara terulur. Tepat mendarat di tangan Calvin. Dibelainya tangan pria tampan itu. Calvin terperangah. Belaian Clara sama lembutnya seperti belaian Silvi. Terakhir kali Silvi menggenggam dan membelai tangannya, rasanya persis sama seperti ini.

"Be strong..." desis Clara, masih membelai tangan Calvin dengan jemari lentiknya.

"Tidak apa-apa. Aku sudah ikhlas." Calvin berujar lembut menenteramkan.

Bagaimana bisa Calvin sekuat itu? Di tengah segala derita dan rasa sakit, dia masih bisa berkata ikhlas. Pria istimewa, sangatlah istimewa.

"Apa Silvi tahu soal ini?"

"Ya, dia tahu. Dia salut pada keikhlasanku. Bahkan terang-terangan dia katakan kalau dia bisa mencintaiku apa adanya."

Clara makin kagum mendengarnya. Silvilah yang layak bersanding dengan Calvin. Walau Clara pun bisa menerima kondisi Calvin jika memang dirinyalah jodoh untuk blogger super tampan itu. Tak keberatan dirinya menikahi pria infertilitas.

"I'm back! Maaf lama, abisnya susah cari Alqurannya di bagasi."

Diiringi seruan antusias, Silvi berlari kecil memasuki kamar. Alquran berada dalam pelukannya. Senyumnya memudar begitu melihat Clara dan Calvin berpegangan tangan.

"Apa yang kalian lakukan?" tanyanya pelan.

"Tidak, tidak ada. Ayo kita mulai."

Buru-buru Clara melepas genggamannya. Beralih membuka Alqurannya sendiri.

Suara bass Calvin dan suara sopran Silvi berpadu dengan suara mezosopran Clara membacakan ayat-ayat indah itu. Al-Fatihah, surah terdahsyat dalam Alquran, menjadi surah pertama yang mereka bacakan. Ayat Kursi yang agung dan menggetarkan jiwa menjadi bacaan berikutnya. Al-Ikhlas, surah dengan akhiran yang indah dan arti yang dalam mereka bacakan pula. Saat membaca Al-Ikhlas, Silvi teringat tausyiah seorang ustadz berdarah campuran yang menjadi mualaf dan memperdalam Islam 16 tahun lalu. Kata ustadz itu, Islam satu-satunya agama yang mempunyai Tuhan yang absolut. Itu benar. Bukankah Tuhan dalam Islam hanya satu? Entitas yang agung, eksistensinya tak diragukan lagi, dan tunggal. Tidak terbagi-bagi dan tidak perlu perantara apa pun untuk menyembahNya.

"Say: He is Allah, the One. Allah, the eternally Besought of all."

Tanpa terduga, Calvin membacakan terjemahan surah Al-Ikhlas dalam Bahasa Inggris.

"He begetteth not nor was begotten. And there is none comparable unto Him."

Hati Silvi bergetar hebat mendengarnya. Bila ia ditanya apa itu ikhlas, akan ia jawab: seperti surah Al-Ikhlas. Dalam surah Al-Ikhlas, tidak ada kata ikhlasnya. Ikhlas tak perlu dikatakan, tak perlu diucapkan. Datangnya dari hati, dari kedalaman hati yang tulus.

Aurora tertidur lelap setelah mendengar ayat-ayat Alquran. Ini bukan hanya soal pendekatan spiritual, ada stimulus di sini. Sudah banyak penelitian yang mengungkap manfaat Alquran untuk mengasah intelegensi anak. Alquran dapat menstimulasi kecerdasan anak. Para hafiz dan hafizah rata-rata orang yang cerdas. Kebanyakan dari mereka telah diperkenalkan pada Alquran sejak kecil.

Rona bahagia menepi di wajah tampan Calvin. Aurora adalah malaikat kecilnya. Ia akan menjaga malaikat kecil itu sepenuh jiwa. Sama seperti ketika ia membesarkan Angel.

Kebahagiaan Calvin adalah kebahagiaan Silvi juga. Terpatri janji di hati, ia takkan biarkan rona bahagia itu lenyap. Silvi ingin Calvin bahagia. Tak heran, Silvi selalu meluangkan waktunya untuk Calvin. Menemaninya, ikut menjaga Aurora, mensupport Calvin saat ia meneruskan komitmennya one day one article, dan memotivasinya agar kembali bekerja di perusahaan keluarga. Untuk yang terakhir ini, Calvin belum terbujuk. Ia pernah memutuskan mundur dari perusahaan, rasanya inkonsisten bila harus kembali.

Sayangku kaujagai hatiku

Cintaku kan selalu ada untukmu

Kasihku meski kau jauh dariku

Setiaku kan selalu menantimu

Hingga akhir waktu

Takkan ku jemu menunggumu kasih

Karena cinta yang mempersatukan kau dan aku

Hingga akhir waktu

Kan bahasakan rinduku oh kasih

Karena cinta yang mempersatukan kau dan aku

Sayangku jauh di lubuk hatiku

Ingin diriku tuk selalu denganmu

Kasihku meski jarak memisahkan

Setiaku kan selalu menantimu

Hingga akhir waktu

Takkan ku jemu menunggumu kasih

Karena cinta yang mempersatukan kau dan aku

Hingga akhir waktu

Kan bahasakan rinduku oh kasih

Karena cinta yang mempersatukan kau dan aku

Hingga akhir waktu

Takkan ku jemu menunggumu kasih

Karena cinta yang mempersatukan kau dan aku

Hingga akhir waktu

Kan bahasakan rinduku oh kasih

Karena cinta yang mempersatukan kau dan aku (Calvin Jeremy-Akhir Waktu). 

"Kamu menulis tentang peer-to-peer lending? Good job, Calvin." puji Silvi hangat saat Aurora sudah tidur. Kali ini ia tengah beralih membuka tabnya.

"Thanks. Hanya berbagi ilmu yang kudapatkan dari workshop kemarin," sahut Calvin rendah hati.

Di dekat Calvin, Silvi bahagia. Selalu ingin bersama pria itu. Belakangan ini, Silvi menjadi lebih hangat, romantis, dan perhatian. Terutama sejak dia dan Calvin kembali dari Singapura.

Calvin mencuri pandang ke arah Silvi. Gadis cantik yang punya style sendiri. Gadis yang tahu kapan waktunya tebar pesona dan kapan waktunya konsisten. Dari kunjungannya bersama Silvi, dapat ia nilai bahwa gadis itu termasuk orang yang setia.

Calvin mengakui dirinya cemburu saat melihat Silvi didekati banyak pria selama mereka di negeri yang terkenal dengan Orchard Roadnya itu. Entah, Calvin pun tak tahu mengapa ia bisa mengakui kecemburuannya. Silvi mengerti, dan ia tahu kapan harus berhenti tebar pesona.

Mengenang hal itu, Calvin mulai resah. Siapa yang sebenarnya ia cintai? Silvi atau Clara? Cinta harus memilih. Tak mungkin dua-duanya dipilih. Harus memilih salah satu dari mereka.

"Calvin?"

"Ya?"

Silvi menatapnya dalam-dalam. Khawatir, rindu, bercampur cinta menyatu dalam tatapan itu. Entah bagaimana Silvi harus membahasakan rindu dan kasihnya pada Calvin.

"Je t'aime."

https://www.youtube.com/watch?v=E4jFq84ZXHo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun