Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mata Pengganti, Pembuka Hati (17)

25 November 2017   05:53 Diperbarui: 25 November 2017   06:07 3238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu masih marah denganku?" tanya Calvin, seolah bisa membaca pikirannya.

Silvi tergeragap. Menggigit bagian dalam pipinya. Calvin membungkuk, mendekatkan wajahnya ke wajah Silvi. "Tidak apa-apa. Katakan saja. Kamu terlihat gelisah, tak bergairah, dan marah padaku. Aku memang salah. Tidak apa-apa, Silvi. Sungguh...tidak apa-apa."

"Calvin, maaf. Seharusnya akulah yang menghiburmu. Aku tahu, kamu masih terpukul gegara kasus nikah siri yang dilakukan Papa Halim." Silvi meminta maaf.

"Sudahlah, santai saja. Ini belum apa-apa dibandingkan dengan apa yang kamu alami selama ini. Bagaimana Mama-Papamu?"

"Mereka? Yah...begitulah. Papaku melakukan kesalahan yang sama berulang kali. Membuatku muak. Tapi aku tak ingin memikirkannya."

Ya, Silvi sudah berhenti memikirkannya. Keluarga Silvi tak lebih baik dari keluarga Calvin. Keadaan mereka hampir sama. Kini yang ada di pikirannya hanyalah perasaan hambar dan hampa itu. Hambar yang berpadu dengan rasa kecewa mendalam pada Calvin. Calvin yang tertutup, misterius, sulit ditebak, suka berahasia, dan lone wulf. 

Mengapa perasaannya sehampa ini? Jika dekat serasa hambar, jika jauh terasa rindu. Silvi pun bingung dengan perasaannya sendiri. Mengambil jarak dengan Calvin dan sengaja tidak berkomunikasi dengannya malah membuat hatinya diserang virus rindu tingkat akut. Akan tetapi bila telah dekat dan menjalin komunikasi, batinnya malah dirasuki perasaan hambar, hampa, bercampur kecewa. Meski hatinya diliputi kesuraman dan kehampaan, rasa cinta Silvi untuk Calvin tak luntur. Silvi masih mencintai Calvin.

Para pemeran pembantu berdatangan. Mereka mengenakan gaun-gaun mewah dan riasan make up natural. Seorang pria berjas hitam mewah yang akan berperan sebagai wali dari mempelai wanita telah tiba. Refleks Calvin melepaskan pelukannya. Menuntun Silvi kembali ke karpet merah.

"Sudah hampir mulai, Love."

Silvi mengangguk kaku. Berdiri membeku saat Calvin meninggalkannya.

"Camera rolling...action."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun