Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dua Hati yang Rapuh

19 Oktober 2017   05:50 Diperbarui: 19 Oktober 2017   05:59 1526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah tusukan menghujam hati Calvin. Perih dan menyakitkan. Calisa mengungkit-ungkit soal Fransisca. Ini pasti strategi untuk menghukumnya. Menjebak Calvin dalam perasaan bersalah. Ah, andai saja Calvin sadar. Calisa sama sekali tidak bermaksud menghukum dan menyalahkannya. Bahkan Calisa tetap mencintainya, apa pun yang terjadi. Sayang sekali, mata hati Calvin sudah ditutupi penyesalan sehingga tak melihat tulusnya cinta Calisa.

"I'm not perfect, Calisa. Sudah kukatakan dari awal. Maaf jika aku mengecewakanmu selama ini." ujar Calvin sedih.

Di luar, langit mendung. Bersiap memuntahkan hujan. Akhir bulan Desember yang suram. Sesuram hati mereka.

"Calvin, boleh aku minta sesuatu sebelum kita benar-benar berpisah dan melanjutkan kehidupan sendiri?"

"Tentu. Katakan saja."

Calisa menggigit bibirnya sebelum berucap. "Ciumlah keningku...untuk terakhir kali."

Dalam gerakan slow motion, Calvin mendekat. Jarak yang terbentang di antara mereka makin menipis. Calisa dapat melihat betapa tampannya wajah Calvin Wan. Mengamati lekuk sempurna wajah belahan jiwanya. Belahan jiwa yang kini berstatus sebagai mantan suaminya.

Calvin mencium lembut kening Calisa. Mantan istrinya itu memejamkan mata. Sadar sesadar-sadarnya jika ini adalah ciuman terakhir. Ya Allah, betapa beratnya Calisa harus berpisah dengan Calvin. Dia baru saja kehilangan anak, sekarang ia harus kehilangan lagi. Calisa merasakan dengan pasti, dimana persisnya Calvin menyentuh keningnya dengan bibirnya. Sensasi kehangatan yang takkan pernah dia lupakan seumur hidupnya. Selamat tinggal Calvin Wan, selamat tinggal pria penyabar, setia, dan konsisten yang telah lama mendampinginya.

**      

Calvin melangkah menyusuri koridor rumah sakit. Satu tangannya memegang amplop berisi hasil tes dari laboratorium. Ia datangi dokter pribadinya. Hasil tes ini harus dijelaskan sekarang juga.

Belum sampai di ruangan dokter, ia dikejutkan oleh kehadiran teman lama. Saling berangkulan dan berjabat tangan dengan akrabnya. Sang teman lama tersenyum, memandangi Calvin dari atas sampai bawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun