Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Meninggal Dunia, Pukulan Berat untuk Orang Tua

30 Agustus 2017   06:10 Diperbarui: 30 Agustus 2017   11:59 24890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kesedihan akibat kehilangan anak wajar saja. Bukankah kesedihan dan kehilangan adalah bagian dari hidup? Nabi Muhammad saja bersedih saat anaknya meninggal.

Meski demikian, jangan sampai kesedihan dibiarkan berlarut-larut. Semua ada waktunya. Ada waktu untuk bersedih, ada waktu untuk bangkit dari kesedihan. Hal yang perlu orang tua tahu setelah ditinggal anak untuk selamanya antara lain:

  1. Mengenali dan menerima

Kenalilah situasi yang terjadi. Buah hati telah pergi mendahului kita. Tuhan mengambilnya lebih cepat. Itulah situasi yang harus kita kenali. Setelahnya, terimalah semua yang telah terjadi. Meninggalnya buah hati merupakan skenario yang ditetapkan Tuhan dalam hidup kita. Tanpa menerima, kita takkan bisa bangkit dari kesedihan. Terimalah kepergian buah hati sebagai bagian dari ketetapan Tuhan. Ibaratnya kita dititipi perhiasan mahal oleh seseorang. Kita diminta menjaga dan merawat perhiasan itu. Jika sewaktu-waktu pemilik perhiasan ingin mengambil kembali perhiasannya, apakah kita harus bersedih? Toh perhiasan itu bukan milik kita.

Begitu juga dengan anak. Anak adalah titipan Tuhan. Kita diminta menjaga, memelihara, dan merawatnya. Suatu saat bila Tuhan ingin mengambilnya kembali, kita harus menerima dengan ikhlas. Mengambil kembali milik-Nya adalah hak prerogatif Tuhan.

  1. Nikmatilah kedukaan

Jangan salah. Ada kalanya kita lebih memilih untuk sendiri selama beberapa waktu setelah anak meninggal. Mungkin saja banyak orang yang berusaha menghibur dan mengerti perasaan kita. Tapi mereka tidak benar-benar paham apa yang kita rasakan. Kita punya hak untuk menikmati kedukaan dan berkabung selepas buah hati berpulang.

Tidak ada aturan waktu yang spesifik untuk masa berkabung. Tentukan sendiri oleh kita. Saat berkabung, nikmatilah kesedihan sebagai bagian dari proses. Menangislah, sebab menangis itu tidak dilarang. Curahkan perasaan sedih kita. Saat berada dalam kesendirian untuk berkabung, kita leluasa melampiaskan perasaan sedih.

  1. Berbagi kesedihan pada orang lain

Pasca melewati masa berkabung, ada baiknya kita membuka diri pada orang lain. Biar bagaimana pun, kita butuh orang lain sebagai tempat bersandar dan tempat curhat. Bagikan kesedihan pada orang-orang yang bisa dipercaya. Keluarga, pasangan, psikolog, terapyst, sahabat, atau orang tua yang senasib dengan kita. Berbagi kesedihan pada orang lain dapat mengurangi beban. Perasaan kita lebih tenang. Pastikan kita membagi kesedihan pada orang yang tepat.

  1. Jangan menyalahkan diri sendiri dan orang lain

"Gara-gara kamu, Calvin meninggal."

"Bukan, ini semua salah kamu. Kalau saja kamu bertindak lebih cepat, anak kita masih hidup."

Seharusnya, statement semacam itu tak boleh diucapkan. Jangan pernah menyalahkan diri sendiri dan orang lain. Anak meninggal bukan karena kesalahan orang tua. Melainkan sudah menjadi kehendak Tuhan. Sekeras apa pun usaha orang tua untuk menyelamatkan hidup anak, tetap saja takkan berhasil bila Tuhan sudah berkehendak lain. Saling menyalahkan hanya akan memperkeruh suasana. Anak yang telah meninggal pun takkan senang bila orang-orang yang disayanginya saling menyalahkan atas kematiannya.

  1. Mendoakan anak

Dari pada saling menyalahkan, lebih baik mendoakan anak. Doakan anak agar ia mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan. Seringlah mengunjungi makamnya. Selipkan namanya dalam doa-doa kita. Jangan pernah berhenti mendoakan anak sekali pun ia sudah meninggal. Doa merupakan bagian dari penerimaan dan keikhlasan.

  1. Menghargai kenangannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun