Duka menyelimuti hati Nyonya Lola. Ia baru saja kehilangan putra tunggalnya, Calvin. Calvin meninggal akibat penyakit kanker hati yang dideritanya. Sudah lama Calvin terkena kanker. Bertahun-tahun berjuang melawan kanker, akhirnya Calvin meninggal.
Nyonya Lola terpukul setelah kepergian anaknya. Ia sering menangis secara spontan tiap kali melihat sesuatu yang berkaitan dengan anak semata wayangnya. Cukup lama waktu yang dihabiskan Nyonya Lola untuk berkabung.
Dalam masa berkabung, ia terus mengenang Calvin dengan penuh cinta. Nyonya Lola menyimpan barang-barang pribadi milik Calvin. Beberapa buku dan pakaiannya disumbangkan ke panti asuhan. Foto-foto Calvin dikumpulkan kembali, lalu disusun dalam album kenangan.
Tibalah hari ulang tahun Calvin. Nyonya Lola membuat pesta kecil di rumahnya. Mengundang teman-teman dekat Calvin dan anggota keluarga lainnya. Mereka berusaha memulihkan kesedihan dan mencari penghiburan.
Saat pesta kecil itu, Nyonya Lola mendapat banyak cerita tentang Calvin dari orang-orang terdekatnya. Sisi lain Calvin yang tak pernah diketahuinya kini terungkap. Calisa, sahabat Calvin sejak kecil, menceritakan bahwa Calvin sangat setia dan konsisten. Di mata Calisa, Calvin pribadi yang penyabar, penyayang, konsisten, tulus, dan menghargai proses. Audrey, rekan kerja Calvin di kantor, memuji Calvin karena ia mempunyai jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab. Valeria, Marissa, dan anak-anak panti asuhan lainnya menceritakan kesan mereka tentang Calvin selama dia menjadi relawan di sana. Calvin ternyata sangat dekat dengan anak-anak. Royal, perhatian, dan berhati lembut. Calvin bahkan bisa membuat Marissa menjadi anak yang penurut dan sopan.
Mendengar kisah-kisah itu, Nyonya Lola terharu. Semua orang menyukai anak tunggalnya. Calvin tak hanya tampan, sukses, dan membanggakan. Ia pun dicintai banyak orang.
Terkait dengan orang tua yang ditinggal pergi anaknya untuk selamanya, saya jadi teringat salah satu guru les waktu masih kecil. Guru itu sangat baik pada saya. Beliau istri anggota dewan perwakilan rakyat daerah yang memiliki tiga anak. Dua anak perempuan, satu anak laki-laki. Saya suka berkunjung ke rumahnya, tapi di rumah guru les saya itu banyak makhluk halusnya. Posisi mereka ada di ruang makan dan kaki tangga. Guru les saya yang satu itu sangat baik. Meski usianya sudah mendekati lima puluh, wajahnya tetap cantik.Â
Beliau sering memanggil saya 'Sayang', dan beliaulah yang paling senang saat saya mendapat nilai sempurna dalam ujian. Bahkan kalau mau jujur, saya lebih sayang guru les saya dibandingkan guru wali kelas di sekolah. Sebuah peristiwa tragis menimpa keluarga beliau. Anak lelakinya meninggal dalam kecelakaan. Kini beliau hanya memiliki dua anak perempuan. Namun beliau dan keluarganya tetap tabah. Tetap meneruskan hidup dengan ikhlas, tegar, dan bahagia seperti biasa. Mereka tidak terlalu lama larut dalam kesedihan. Kabar terakhir yang saya dengar, guru les kesayangan saya itu sudah diangkat menjadi kepala sekolah.
Cuplikan kisah di atas mencerminkan potret orang tua yang kehilangan anak untuk selamanya. Logisnya, orang tualah yang akan meninggalkan anak lebih dulu. Namun kenyataan sering kali berkata lain. Tak sedikit anak yang meninggal sebelum orang tuanya.
Sebuah pukulan berat bagi orang tua saat harus kehilangan anaknya. Terlebih bila anak yang dimiliki hanya satu-satunya. Kehidupan serasa sepi dan hampa. Hanya kesedihan dan kerinduan yang mengisi relung jiwa.
Tak ada orang tua yang mau kehilangan anak. Kesedihan yang diakibatkan olehnya sangat besar. Jika tidak ditangani dengan baik, kesedihan pasca meninggalnya anak dapat mengakibatkan trauma, kelainan psikologis, bahkan keretakan rumah tangga.