Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memahami Belahan Jiwa

18 April 2017   06:23 Diperbarui: 18 April 2017   06:54 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Oh pasti...nanti hidangan dan hantarannya akan dibuat semewah mungkin. Ini juga memperlihatkan derajat keluarga besar kita,” jelas Mama antusias.

“Bagaimana jika aku yang dilamar suatu saat nanti?”

“Mama akan memberikan yang jauh lebih baik. Apa lagi buat anak Mama sendiri.”

Gadis bermata biru itu tersenyum sedih. Memangnya ada yang mau dengannya? Mencarikan pasangan dan melihat orang lain bahagia saja itu sudah cukup. Dirinya tak lagi mengharapkan pernikahan. Kebahagiaan orang lain jauh lebih penting.

“Kamu sudah bilang soal bisnis itu?”

Pertanyaan Mama membuyarkan lamunannya. “Apa? Bisnis yang mana?”

“Berarti kamu belum bilang. Katakan padanya, jangan khawatir bila hanya menyangkut biaya dan pekerjaan. Mama akan mengajaknya dalam bisnis keluarga. Jika pada akhirnya dia keluar dari tempat itu dan dia memutuskan untuk bersamamu, dia yang akan mengurus bisnis itu.”

Sepasang mata biru itu terbelalak. Rasanya tidak semudah itu. Ia tahu, Mama memiliki maksud baik. Dalam pandangan Mamanya, segalanya terlalu mudah. Jika akan menyampaikan pesan ini, ia harus berhati-hati. Ia tidak ingin menyakiti perasaan dan menginjak harga diri belahan jiwanya. Gadis bermata biru itu harus mencari momen yang tepat untuk menyampaikannya. Ini sekedar pesan, melainkan tawaran dan restu. Tawaran bisnis dan restu dari seorang ibu yang menginginkan putrinya bahagia dengan pria pilihan hidupnya. Ibu yang satu ini tak pernah main-main dengan ucapannya.

Bagi Mama, persoalannya hanyalah seputar materi, kekayaan, dan kemiskinan. Kenyataannya tak hanya sebatas materi. Ini pun menyangkut prinsip, cinta pada Tuhan, dan hutang budi. Si gadis sangat memahami hal ini. Seorang biarawan bertransformasi menjadi pebisnis? Rasanya riskan, bahkan mustahil. Kecuali Allah memberikan kuasa-Nya atas perkara ini.

Apakah itu mungkin? Apakah skenario Allah yang sesungguhnya untuk urusan ini? Gadis bermata biru itu hanya bisa menunggu dan menunggu. Melihat apa kelanjutannya kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun