Albert tersenyum. Merangkul sahabat lamanya itu. “Senang ketemu kamu di sini. Apa kabar?”
“Baik. Aku mau buka cabang resto di Bandung. Gimana kabar Chelsea? Oh ya, kamu yakin nggak mau cari Bunda baru buat Chelsea?”
Ratusan kali Albert menerima pertanyaan itu. Namun ia bertahan pada pendiriannya. Bundanya Chelsea hanya satu, dan dia tak akan terganti. Chelsea pun tidak menginginkan Albert menikah lagi.
“Jadi Single Daddy itu susah lho, Bro. Kamu yakin?” Septian belum menyerah dengan bujukannya.
“Tidak, tidak ada yang susah. Buktinya, selama dua setengah tahun ini aku bisa.” Bantah Albert.
“Dengan keadaanmu seperti itu...?”
Septian membiarkan kalimatnya menggantung. Tak tega melanjutkan. Menatap wajah Albert. Di balik ketampanannya, mulai terlihat pancaran keletihan dan rasa sakit. Semuanya akibat penyakit bernama Carcinoma cerebellum.
**
Chelsea menatapi refleksi dirinya di cermin. Berputar anggun, berpose, lalu merapikan ujung gaun putih yang dikenakannya. Perfect.
Bel pintu berdering. Itu pasti Ayah, pikirnya. Ia berlari ke ruang depan, membukakan pintu.
“Ayah...” sapa Chelsea ceria. Memeluk Albert hangat. Ia suka wangi Tommy Hilfiger itu, wangi khas Albert.