“Cerita sama Ayah...kenapa Chelsea tiba-tiba takut kehilangan?”
“Kemarin, Chelsea mimpi ketemu Bunda. Bunda peluk Chelsea, terus bilang kalo sebentar lagi Ayah mau nyusul Bunda. Chelsea nggak mau kehilangan Ayah. Ayah segalanya buat Chelsea. Jangan pergi, Ayah. Jangan tinggalkan Chelsea.”
Chelsea menangis. Belum pernah ia sesedih ini. Hati Albert tersentuh seketika. Ia tidak bisa melihat putri tunggalnya menangis. Chelsea terlalu cantik, terlalu baik. Ia begitu istimewa. Permata hidupnya. Satu-satunya alasan Albert untuk terus bertahan hidup.
Di sisi lain, Albert tak tahu sampai kapan ia bisa bertahan. Umur manusia di tangan Allah. Sejauh ini, hanya karena Chelsea ia dapat melawan sel-sel kanker itu.
“Chelsea, bagaimana kalau Ayah meninggal? Chelsea sedih?” Albert bertanya.
“Sedih, Ayah. Sedih sekali. Chelsea mau minta sama Allah biar Ayah jangan pergi.” Isak Chelsea.
Chelsea sudah terbiasa bersama Ayahnya. Wajar bila ia belum siap menerima kemungkinan terburuk itu. Sedih, bahagia, sehat, dan sakit ia jalani bersama Albert.
“Chelsea mau punya Ayah baru?” tanya Albert lagi.
“Nggak mau...Ayah Chelsea hanya satu. Ayah tak akan terganti di hati Chelsea.”
Sungguh, Albert percaya bahwa Chelsea sangat mencintainya. Begitu besar cinta Chelsea hingga ia menolak punya Ayah baru. Dengan kata lain, menolak punya orang tua baru bila suatu saat nanti Albert benar-benar pergi menyusul Bundanya Chelsea.
“Sayang, dengarkan Ayah ya? Tiap makhluk yang bernyawa pasti akan meninggal. Bunda, Ayah, termasuk Chelsea juga. Semua ada waktunya. Kapan kita hidup, kapan kita meninggal, semuanya telah diatur oleh Allah. Tapi, kita tidak tahu kapan waktunya. Allah suka dengan hamba-Nya yang ikhlas. Allah akan mempertemukan kembali kita semua di akhirat nanti. Kehidupan di dunia ini hanya sementara, Sayang.”