“Teteh, maaf. Boleh saya bantu?”
Chika tercekat mendengar suara barithon itu. Suara dalam yang membuat batinnya dialiri ketenangan dan kehangatan.
“Boleh...” jawab Chika lirih.
“Bisa saya bawa anak saya masuk ke rumah Anda? Anak saya sedang sakit,”
“Tentu saja bisa. Sini Teh, saya bantu.”
Dengan lembut, pria itu menggendong Jeany. Ia melakukannya di saat yang tepat. Sebab detik berikutnya Jeany jatuh pingsan di pelukan pria baik hati itu. Chika terlalu kaget dan panik hingga tak menyadari terdapat tulisan yang tertera di gerbang rumah mewah itu: dr. Arif Albert, SP.an
**
Ruang tamu itu sempurna senyap. Satu-dua kali terdengar isakan tertahan Chika. Perih menggores hatinya tiap kali mengingat Jeany dan pernikahannya yang gagal.
“Jadi, Teh Chika ini single parent?” tanya Albert.
“Iya...saya membesarkan Jeany sendirian. Tak ada bedanya sewaktu saya belum bercerai. Ayah kandungnya sama sekali tidak memperhatikan dan mencurahinya dengan kasih sayang.”
Albert mengangguk paham. Lembut mengelus rambut Jeany yang terbaring di sofa. Hati dokter spesialis Anestesiologi dan terapi intensif itu terenyuh.