Kubereskan kertas-kertas catatan itu. Presentasi sudah selesai. Saatnya meninggalkan kelas dan me-refresh otak sejenak dengan kegiatan non akademis yang relevan dengan passion-ku.
“Maurin...aku mau cerita!”
Ups, nampaknya aku harus mengurungkan niat. Seorang gadis berhijab biru muda mendekatiku. Ekspresi sedih menghiasi wajah manisnya. Aku tersenyum. Lembut menyentuh tangannya, memintanya duduk di sampingku.
“Kenapa?” tanyaku.
“Aku udah bikin ortu kecewa. Mereka kirim uang buat keperluan kuliah, tapi malah kupakai buat hal lain. Aku bersalah sama mereka. Aku nggak tahu harus gimana...”
Tangis gadis itu pecah. Ia memelukku, membasahi gaun peach yang kukenakan dengan air matanya. Kubelai lengannya. Kubisikkan kata-kata penghiburan. Ia terus menangis, dan aku tak lelah menenangkannya.
“Jangan sedih...insya Allah orang tuamu tidak akan menyalahkanmu jika kamu mau jujur pada mereka. Yang penting, kamu harus minta maaf dan berkata jujur. Allah saja Maha Pemaaf, mengapa manusia tidak?” ujarku menenangkan.
“Tapi jumlah uang yang kupakai banyak! Aku menyesal sekali!” isak gadis itu. Membenamkan wajahnya di lenganku.
“Tidak apa-apa, jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Nanti malam, saat shalat Tahajud, perbanyak istighfar. Minta maaf pada Allah dan pada orang tuamu, okey?”
Dia terus mencurahkan penyesalan di sela tangisnya. Aku mendengarkan hingga ia mengeluarkan semua rasa yang tertinggal di hatinya. Terpaksa aku menunda urusanku dan memfokuskan perhatian untuknya. Tak mengapa, toh aku senang mendengarkan dan membantu orang lain sebisaku.
“Makasih ya Maurin, kamu mau dengerin aku.” Ucapnya seraya mengusap sisa air matanya.