“Iya sama-sama. Jangan sedih lagi ya?”
Selesai sudah. Aku beranjak meninggalkan kelas. Di depan pintu, Puti menyapaku. Gadis imut berkacamata itu menyentuh ujung gaunku.
“Hai...aku suka deh baju kamu. Lucu warnanya,” pujinya.
“Makasih,” sahutku sambil tersenyum.
“Kamu kenapa sih bisa terus happy? Kayak nggak ada beban gitu...kayaknya hidup kamu mulus-mulus aja.” Selidik Puti.
“Oh ya? Biasa aja. Tiap orang punya masalah, tiap orang pasti pernah merasakan sedih, marah, kecewa, dan rindu. Tapi tergantung bagaimana cara mengelolanya. Ada orang yang memilih tidak menampakkan kesedihan dan permasalahannya di depan orang lain.” Aku menjelaskan. Sampai akhirnya Puti bisa menerima penjelasanku, dan aku bisa meninggalkan kelas.
Di depan lift, seorang gadis berambut ikal dan berlesung pipi menyapaku. Ia salah satu klien konseling dan hypnotherapy-ku. Sesaat kami berbincang ringan sambil menunggu lift tiba. Gadis itu menceritakan perkembangan terbaru atas problemnya. Gadis itu mengalami agliophobia, takut pada rasa sakit. Kondisinya sudah mulai membaik beberapa minggu terakhir.
“Trims ya, kamu udah banyak bantu aku. Aku beruntung bisa dibantu sama kamu.” Si gadis berkata. Kebahagiaan dan semangat hidup terpancar di matanya.
Pintu lift terbuka. Kami melangkah masuk. Gadis itu tak hentinya bicara. Aku mendengarkan dengan senang hati. Sampai akhirnya, gadis itu bertanya.
“Maurin, katanya kamu suka bunga. Bunga apa yang paling kamu suka?”
“Kenapa kamu tanya gitu?”