Dari kecil, mungkin kita sudah tidak asing dengan radio. Orang tua kita pun begitu. Sebelum televisi dan internet menguasai dunia hiburan, radio sudah hadir lebih dulu sebagai sarana hiburan yang digemari. Di dalamnya tersaji musik, berita, sandiwara radio, program-program menarik, dan penyiar-penyiar bersuara empuk dengan karakter serta keunikannya masing-masing.
Di era internet dan gawai seperti sekarang ini, industri radio masih tetap bertahan. Radio tak mati meski televisi dan internet menyerbu tanpa henti. Radio tetap menunjukkan eksistensinya sendiri dan terus berinovasi. Misalnya dengan mengembangkan aplikasi di Playstore agar pendengar bisa mendengarkan radio di gawainya.
Tiap radio memiliki jenis dan segmentasi pendengarnya sendiri. Ada radio anak muda, radio keluarga, radio berita, dan radio dakwah. Sapaan pada pendengar dan callid setiap radio berbeda-beda.
Banyak yang menjadikan radio sebagai ajang nostalgia. Bahkan Sheila on 7 sampai menciptakan lagu berjudul Radio.
Dia segalanya bagiku
Dia segalanya bagiku
Apa yang terjadi
Jika ku gagal menemukannya
Lewat radio aku sampaikan
Kerinduan yang lama terpendam
Terus mencari
Biar musim berganti
Radio cerahkan hidupnya
Jika hingga mati
Menemukan hatinya
Menemukan hatinya
Menemukan hatinya lagi
Sejak kecil saya suka mendengarkan radio. Bahkan di rumah saya masih tersimpan pesawat radio konvensional berukuran cukup besar. Selain saya, penyuka radio di keluarga adalah Papa, kedua kakak, dan almarhumah Eyang Putri.
Kesukaan saya mendengarkan radio membawa saya mencari dan bertemu langsung dengan para penyiar radio favorit saya. Sejak mendengarkan radio, saya jadi suka berbicara dan mempraktikkan cara penyiar membawakan programnya. Saya paling suka berlatih di kamar dan di depan cermin. Kejadiannya waktu saya kelas 5 SD.
Hobi baru saya itu tak luput dari perhatian Mama. Bukan Mama namanya jika tidak memperhatikan perkembangan dan memfasilitasi anaknya. Maka Mama mengontak penyiar radio ternama di kota kelahiran saya dan meminta si penyiar memberikan private course pada saya tentang dunia broadcasting dan public speaking. Mulailah si penyiar idola saya itu memberikan ilmunya tiap Sabtu dan Minggu.
Saya masih ingat, dia trainer pertama yang memperkenalkan pada saya tentang public speaking dan dunia radio. Tepat ketika saya berusia 10 tahun. Om Ferdi, begitu saya memanggilnya, menyisihkan waktunya di akhir pekan untuk datang ke rumah dan mengajari saya. Awalnya diberikan teori, lalu selanjutnya praktik.
Setelah beberapa bulan belajar, saya mencoba bersiaran di radio milik pemerintah daerah di kota kelahiran saya. Ketika itu saya membawakan program anak-anak berdurasi satu jam tiap Minggu pagi. Dalam program itu, saya bersama penyiar senior berbagi tips, cerita, dan berinteraksi langsung dengan pendengar.
Setahun berlalu, saya vacuum dari dunia radio karena adanya Ujian Nasional. Ternyata saya vacuum begitu lama sampai saya dan keluarga pindah ke Bandung. Barulah pada tahun ini saya kembali menekuni dunia yang saya sukai sedari kecil. Saya belajar broadcasting dari nol dengan mengikuti pendidikan di sebuah sekolah broadcasting yang cukup recomended di Kota Bandung.
Di sana saya bertemu trainer-trainer muda dan hebat dari berbagai radio dan televisi. Ilmu yang mereka berikan sungguh luar biasa. Merekalah trainer kedua, ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya dalam pengalaman dunia broadcasting saya.
Dua minggu lalu, saya bergabung dengan para penyiar muda dari sebuah radio milik pemerintahan. Kami bersama-sama belajar dan bersiaran dengan jadwal yang telah ditentukan. Tiap minggu ada satu kali pertemuan dan mesti ada progres. Saya bersyukur dan mulai merasa nyaman di sana.
Mama dan keluarga yang lain mensupport saya. Tiap kali ada jadwal siaran, baik keluarga, teman, sahabat, maupun orang-orang terdekat saya akan mendengarkan. Dulu waktu masih kecil, Eyang Putri yang paling rajin mendengarkan saya. Mama saya yang tidak suka mendengarkan radio jadi ikut mendengarkan tiap kali saya ada jadwal siaran.
Dari sejumlah trainer, akhirnya saya tahu banyak hal tentang dunia broadcasting dan public speaking. Banyak yang ingin menjadi penyiar radio. Ada beberapa hal yang perlu dimiliki sebelum seseorang memutuskan menjadi penyiar radio yang baik.
1. Ekspresif
Terinspirasi dari quotes salah satu trainer saya “Public speaker yang hebat adalah orang yang ekspresif”. Kita dituntut ekspresif saat bersiaran. Dengan cara apa? Dengan vocal expression yang baik. Saat kita membawakan informasi atau berita yang menyenangkan, kita mesti membawakannya dengan ceria dan bersemangat. Sebaliknya, jika konten yang kita bawakan bernuansa sedih misalnya berita duka, maka vocal expression yang digunakan adalah sedih.
Seorang penyiar harus bisa membuat pendengarnya terhanyut, terbawa dalam suasana yang diciptakannya, dan menyentuh perasaan pendengar. Bahkan penyiar yang ekspresif dan mampu memainkan vocal expression dengan baik akan sanggup mempengaruhi pendengarnya. Di sini, seorang penyiar juga memiliki character expression. Di antaranya romantic, mellow, cheers, unique, friendly, dan relax.
2. Antusias
Saat bersiaran, kita tunjukkan antusiasme pada pendengar. Antusiasme dan keceriaan, itulah yang diperlukan penyiar. Meski kita sedang sedih, cemas, gusar, patah hati, atau menunggu sesuatu yang tak pasti, pendengar takkan peduli. Mereka ingin mendengarkan penyiar yang ceria dan penuh semangat.
3. Smiling voice
Nada suara bersahabat dan menggambarkan seolah sedang tersenyum diperlukan oleh penyiar. Pendengar menyukai penyiar yang bersahabat. Gunakan smiling voice dengan tulus, sama seperti kita tersenyum tulus pada seseorang yang berbicara di hadapan kita. Sekali pun kita hanya bisa menyapa pendengar di udara, sapalah dan tersenyumlah pada mereka dengan tulus.
4. Punch line
Istilah punch line mungkin tidak asing di dunia stand up comedy. Saat bersiaran pun, penyiar beberapa kali menyelipkan punch line untuk menggugah perasaan pendengar. Punch line tak harus lucu, yang penting kalimatnya dapat menimbulkan efek twist atau minimal membuat pendengar baper. Contohnya pada kalimat
“Cuaca mendung gini, semendung hati kamu yang lagi nunggu kepastian dari dia.”
“Akhir-akhir ini Bandung lagi macet ya, semacet hati kamu yang digantungin terus sama dia.”
“Dari pada liatin handphone dan notifikasinya cuma dari grup, bukan dari dia, mending chat aja ke official Line kita, terus curhat-curhatan dan request lagu apa pun yang kamu suka.”
“Stop deh buat mikirin hal-hal negatif, apa lagi mikirin mantan.”
5. Theatre of mind
Theater of Mind adalah panggung pikiran, keunikan penyiar dalam menyampaikan materi siaran sehingga pendengar bisa membayangkan kata-kata yang disampaikan oleh penyiar. Pendengar bisa berimajinasi akan seorang penyiar yang sedang berbicara. Seorang penyiar yang baik akan mampu membawa pendengarnya dalam sesuatu yang ia jelaskan.
Misalnya ia sedang bercerita tentang suasana horor di sebuah villa yang terkenal angker dan banyak makhluk halusnya. Ia harus bisa membuat pendengar melihat jelas, bahkan merasakan dan membayangkan betapa horornya suasana di dalam villa tersebut. Kira-kira seperti itu gambaran dari theatre of mind.
6. Kreatif
Menjadi penyiar, kita memerlukan kreativitas tinggi. Penyiar harus memiliki ide-ide baru yang segar dan kreatif. Penyiar yang dapat bertahan lama karena kreativitasnya dan karakter yang dimilikinya. Semakin unik dan tak biasa seorang penyiar, semakin ia lama bertahan di dunia broadcasting.
7. Out of the box
Berpikir di luar kotak. Berpikir dengan sudut pandang yang berbeda. Berpikir pada jalur yang tak biasa. Kualifikasi out of the box diperlukan saat kita membuat punch line, jokes, humor, atau melempar topik pada pendengar. Kita bukan mencari pertanyaan yang lucu, melainkan pertanyaan yang memungkinkan jawabannya yang banyak dan lucu dari pendengar. Saat itulah pemikiran di luar kotak sangat diperlukan.
8. Team work
Dalam industri radio, ada elemen lain yang bekerjasama untuk menciptakan sebuah radio dengan program-program bagus dan konten menarik. Penyiar tidak bekerja sendiri. Ada operator, music director, produser, script writer, dan masih banyak lagi elemen lain yang membantu suksesnya sebuah radio. Maka dari itu penyiar harus bisa bekerjasama dalam tim.
9. Simpati dan empati
Penyiar yang baik mesti memiliki simpati dan empati yang tinggi terhadap suatu masalah. Kita ambil contoh saat seorang penyiar membawakan program curhat. Ada radio-radio tertentu yang menyisipkan program curhat yang memungkinkan penyiar berinteraksi dengan banyak pendengar yang mempunyai masalah besar dalam hidupnya.
Program ini biasanya berlangsung pada malam hari, jam sepuluh malam atau jam dua belas malam ke atas. Saat itulah penyiar menunjukkan simpati dan empatinya pada masalah pendengar, lalu ia memberikan solusi positif. Pada jam-jam tersebut, biasanya pendengar akan mengalami kegalauan tingkat dewa. Kita berempati pada mereka, lalu kita berikan solusi dan memotivasi mereka agar kuat menghadapi cobaan hidupnya.
10. Sabar
Last but not least, kita harus menjadi pribadi yang sabar saat memutuskan menjadi penyiar. Mengapa? Ada kalanya seorang penyiar membutuhkan kesabaran. Sabar menghadapi pendengar yang berbuat aneh-aneh, sabar mendengarkan orang lain, sabar menghadapi rekan penyiar yang lain yang mungkin saja sikap dan tingkah lakunya berseberangan dengan kita, dan sabar menghadapi para haters.
11. Berwawasan luas
Penyiar yang memiliki wawasan luas akan mendapat nilai plus. Setidaknya kita harus tahu isu terkini, hal-hal yang tengah menjadi trend, dan lagu-lagu yang sedang hits. Penyiar dituntut menyampaikan konten yang baru, fresh, dan aktual pada pendengar.
Itulah beberapa hal yang dimiliki seorang penyiar radio. Sekarang, putuskanlah. Mau jadi penyiar atau pendengar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H