Aku mengerahkan semua tenaga yang ada.
Srek! Srek!
Pisau beradu dengan batu. Putih mengkilat. Kini giliran aku yang tertawa. Sebentar lagi aku akan terbebas dari kerak itu. Setelahnya aku bisa leluasa menari lagi dengan pena di antara tangkai-tangkai tanaman yang sudah terawat.
Menghilangkan dia di belakang rumah sepertinya bukan hal yang bagus. Aku akan sedikit menjauh. Ke tepian sungai dekat tempat pembuangan sampah itu. Nanti setelah dia lepas, aku akan membuangnya ke sungai biar terlarung hingga jauh.
"Apa mulutmu tak sakit tertawa terus?" tanyaku sesampainya di tepi sungai.
"Tak pernah ada kata sakit untukku. Sebentar lagi kita akan jadi sekutu. Hahaha."
"Jangan bermimpi!"
Tanganku meraba kepala. Terasa kasar dan ... menjijikkan. Kuhirup nafas dalam sebelum meletakkan ujung pisau ke kepala.
Ting!
Apa ini? Bahkan pisau berdenting saat kugunakan untuk menghilangkannya? Kerak sialan!
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya di sela derai tawa. Tawa yang seakan menyatu dengan gemercik aliran sungai. "Kamu hanya membuatku geli."