"Hei! Kamu mau ke mana?"
Â
Suaranya membuyarkan ingatanku tentang masa lalu. Aku ralat, masa beberapa saat lalu.
"Ayolah, ini masih petang. Kamu mau apa? Pasti kamu sudah bersiap untuk berdamai denganku bukan?"
Aku berdecih sebagai jawaban. Mana ada aku berdamai dengannya. Bersekutu dengannya sama halnya melayukan tangkai-tangkai ag susah payah aku rawat.
Kakiku berhenti tepat di ambang pintu. Di sebelahnya terdapat sebilah pisau yang terselip pada dinding anyaman bambu. Dengan sigap aku mengambilnya. Lalu, berjalan tergesa ke belakang rumah. Lebih tepatnya ke tempat mempertajam pisau.
"Mau kamu apakan pisau itu kali ini?"
"Jalan terakhir untuk menghilangkanmu!"
Kerak tadi kembali tertawa. Menggelegar. "Diam! Kamu bisa membangungkan orang tuaku!"
"Ternyata kamu makin konyol. Mana bisa benda itu menghilangkanku. Aku akan tetap bermukim di kepalamu!"
"Arggh!"