Mohon tunggu...
Langit Biru
Langit Biru Mohon Tunggu... Wiraswasta -

The Only Person U Should Try ToBe Better Than., Is The Person U were Yesterday!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terminologi Kata "Pakai" dan Mens Rea

8 November 2016   07:57 Diperbarui: 8 November 2016   16:41 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus dugaan penistaan Al Maidah 51 telah memasuki babak baru. Ahok sebagai terlapor dan saksi-saksi dari para ahli bahasa, ahli agama dan ahli hukum pidana (akan) diperiksa sebagai saksi untuk mendalami kasus ini.

Kapolri menjelaskan  "... untuk melihat apakah rangkaian kata-kata yang disampaikan oleh saudara Basuki Tjahaja Purnama itu mengandung unsur unsur penghinaan atau penodaan agama atau tidak. Sedangkan saksi ahli hukum pidana ini terutama berkaitan dengan sengaja karena dalam pasal 156a tersebut harus ada unsur dengan sengaja, artinya Mens Rea, ada maksud lain-lain.”

Berikut saya kutip isi dari pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
 Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

Kasus ini sepertinya akan fokus untuk mendalami permasalahan terminologi kata “pakai” dan apakah ada unsur kesengajaannya dari terlapor (mens rea), ataukah tidak.

Terminologi kata “pakai”

Dalam tulisan sebelumnya, telah sedikit saya ulas mengenai penggunaan kata “pakai” ini, bahwa dalam (setiap) kata “pake” yang digunakan pada kalimat pasif, pasti akan dilanjutkan dengan kata yang menunjuk pada sesuatu yang menyiratkan adanya sebuah fungsi dari sesuatu (yang bisa dipakai) tersebut.

Kata lain yang dapat digunakan untuk mengganti kata “pakai” adalah kata “ menggunakan, mengenakan, atau mempekerjakan”, dan yang paling sesuai untuk kalimat “dibohongin pake surat Al Maidah 51’adalah “menggunakan”, sehingga menjadi “dibohongin menggunakan surat Al Maidah 51”. Apakah arti dari kalimat ini?

Pada tulisan lalu, saya gunakan contoh:

  • Diiris pake pisau => Pisau salah satu fungsinya memang dipakai untuk mengiris.

Pisau memang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan lain, seperti merobek, memotong atau membunuh, namun semua itu tetap harus melalui proses mengiris, susuai dengan salah satu fungsi pisau.

Contoh lainnya:

  • diwarnai pakai cat => cat salah satu fungsinya memang dipakai untuk mewarnai.
  • Dikunyah pakai gigi => gigi salah satu fungsinya memang dipakai untuk mengunyah.
  • Ditipu pakai ilmu sulap => ilmu sulap salah satu fungsinya memang dipakai untuk menipu.
  • Dicelakai pakai sihir => sihir salah satu fungsinya memang dipakai untuk mencelakai.
  • Ditusuk pakai jarum => jarum salah satu fungsinya memang dipakai untuk menusuk

Nah., bagaimana hal-nya dengan QS. Al Maidah 51?

Jika menggunakan cara seperti di atas, maka kalimatnya akan menjadi seperti ini:

  • Dibohongi pakai Al Maidah 51 => Al Maidah 51 salah satu fungsinya memang dipakai untuk membohongi.

Apakah QS. Al Maidah 51 salah satu fungsinya memang dipakai untuk membohongi? Apakah QS. Al Maidah 51 salah satu fungsinya digunakan untuk membohongi?

Tentu saja tidak!!

Al-Qur’an adalah kitab mulia  yang berisi 100% firman Allah Subhanahu Wa  Ta’ala, sehingga siapapun yang mengatakan bahwa firman Allah Ta’ala yang dimuat di dalam Al-Qur’an Al Kariim adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk membohongi, maka itu adalah sebuah penistaan yang nyata.

Al Maidah 51, adalah salah satu ayat suci di dalam Al-Qur’an Al Kariim yang isinya adalah untuk memberi panduan kepada umat Islam (yang beriman) dalam hal memilih pemimpin. Panduan ini tidak ditujukan untuk seluruh umat manusia, namun hanya ditujukan untuk (internal) umat Islam (yang beriman) saja. Siapa yang membuat panduan itu? Tiada yang lain kecuali Allah Subhanahu Wa  Ta’ala!

Jika seperti itu, apakah dapat diartikan bahwa non Islam tidak diperbolehkan mencalonkan dirinya menjadi pemimpin? Tentu saja boleh, tidak ada masalah dan tidak ada kaitannya dengan QS. Al Maidah 51. Ayat suci ini untuk urusan memilih!

Jika ada yang mengatakan bahwa QS. Al Maidah 51 telah dipakai (orang) untuk membohongi, maka ia harus dapat menjelaskan membohongi dalam bentuk sepeti apa, dan siapa yang melakukannya. Jika pihak tersebut tidak bisa menjelaskannya, maka ia akan terjerumus ke arah fitnah. Fitnah terhadap QS. Al Maidah 51.

Di situlah delik penghinaan/penistaannya!!


Mens Rea

Mens Rea adalah sikap batin atau keadaan psikis pelaku perbuatan pidana. Dalam kasus ini apakah dapat dibuktikan ada mens rea atau tidak? Ada unsur sengaja atau tidak?

Karena Mens Rea ada di dalam wilayah batin/hati/qalbu, maka akan sangat sulit untuk membuktikannya, meski dapat dilacak jejakmya. Hasil akhirnya-pun akan berupa dugaan dan sangat subjektif sifatnya. Kita dapat membaca isi batin seseorang secara pasti jika kita menerima wahyu, sedangkan wahyu sudah terputus sejak wafatnya Rasulullah.

Rasulullah pernah bersabda: “Kenapa engkau tidak membelah dadanya, sehingga engkau mengetahui apakah hatinya mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah karena ikhlas ataukah karena alasan lainnya?”.

Sabda itu diucapkan Rasulullah kepada Usamah bin Zaid ketika Usamah bin Zaid tetap membunuh seorang kafir Marga Huraqah, meski dia telah mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah.

Usamah menjelaskan “Wahai Rasulullah, ia mengucapkannya sekedar untuk melindungi dirinya.”

Pesan Rasulullah sangat jelas, bahwa kita tidak diajarkan untuk menilai, apalagi menghakimi, atas apa yang tersimpan dalam batin seseorang. Kita hanya diperbolehkan untuk menilai atas perbuatan yang dilakukan seseorang secara lahiriah saja.

Kemudian, apakah dugaan penistaan QS. Al Maidah 51 itu dilakukan Ahok dengan sengaja, atau tidak?

Saya tidak bisa menilai secara pasti. Namun menurut hemat saya, isi dari QS. Al Maidah 51 itu pasti sudah menjadi perhatiannya dan membuatnya tidak nyaman dalam beberapa waktu, sehingga tentu sudah dipikirkannya jauh-jauh hari bagaimana cara menangkis atau mematahkan isi QS. Al Maidah 51 itu di hadapan publik. Tidak mungkin dia mengucapkannya tanpa direncanakannya terlebih dahulu.

Seharusnya yang dilakukannya adalah mempelajari dengan mendalam apa isi tafsir QS. Al Maidah 51, sebelum mencomotnya di depan publik. Apakah para ulama, ustadz atau umat Islam yang mengajarkan bahwa umat Islam dilarang memilih pemimpin non Islam, merujuk QS. Al Maidah 51, itu sudah benar, ataukah sebuah kebohongan?

Apakah para ulama telah membodohi umatnya? Bukankah ulama hanya mengajarkan (isi) Al-Qur'an Al kariim?

  • Jika meyakini bahwa ajaran ulama tentang QS. Al Maidah 51 adalah sebuah kebohongan, maka Ahok harus bisa menunjukkan tafsir mana yang menjadi rujukannya. Dan apakah ajaran bahwa bagi yang tidak mengimani QS. Al Maidah 51 akan diazab di neraka, adalah sebuah kebohongan? Sebuah kebodohan? Ahok harus bisa menjelaskan hal itu.
  • Namun, jika ternyata memang isi QS. Al Maidah 51 adalah seperti yang diajarkan oleh para ulama, tidak ada kebohongan di dalamnya, maka Ahok secara tidak langsung telah mengatakan bahwa isi QS. Al Maidah 51 adalah sebuah (alat) kebohongan.

Di situlah delik penghinaan/penistaannya!!

Kasus dugaan penistaan QS. Al Maidah 51 oleh Ahok ini tak urung mengingatkan kita pada Arswendo Atmowiloto yang melakukan polling nama tokoh idola pada tahun 1990, dan memposisikan Rasulullah di urutan ke 11, di bawah peringkat Arswendo. Alhasil, Arswendo divonis 5 tahun, meskipun dia telah mengeluarkan pernyataan maafnya.

Begitu pula dengan Rusgiani, seorang Kristiani yang mengatakan bahwa Tuhan tidak bisa datang ke rumah ini karena canang. itu jijik dan kotor. Atas perkataannya ini Rusgiani-pun diganjar 1 tahun 2 bulan.

Apakah Arswendo dan Rusgiani melakukannya dengan sengaja?

Menurut saya tidak, karena hal itu tidak menjadi (beban) pikiran keduanya sebelum peristiwa itu terjadi. Polling dan berkomentar seperti itu pasti terlontar secara spontan begitu saja. Namun disengaja atau tidak, penghinaan atau penistaan itu telah dilakukan.

Salam!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun