Amak Stowek takut untuk mendekati dan melewati setapak jalan yang ada di tengah hutan belantara itu. Dengan segera, ia mencoba balik putar arah, tetapi gerakan suara kaki dan tongkatnya didengar oleh para perampok yang mahir itu. Mereka segera lompat dengan menghunus pedang dan tombak ke arah Amak Stowek. Seketika, Amak Stowek tak bisa berbuat apa-apa kecuali menyerah.
"Hai, siapa kamu? Cepat mendekat atau aku penggal kakimu!" seru perampok itu. Amak Stowek yang merasa terpergok oleh perampok itu, segera mendekati mereka. Para perampok itu cukup kaget melihat Amak Stowek yang memiliki tubuh serba separuh.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya kepala perampok yang berambut gondrong itu. Kumisnya lebat dan keras. Jenggotnya pun lebat dan keras. Tampak tidak pernah diberi kejames.
"Aku hanya mau lewat," jawab Amak Stowek.
"Kasihan sekali kamu," ujar kepala perampok itu sembari tangannya
membelai-belai kumis panjangnya.
"Mau kemana kamu?" tanya perampok itu.
"Aku mau mencari Tuhan," jawab Amak Stowek.
"Ha...ha...ha...ha....," tawa perampok itu serempak.
"Apakah kamu mampu mencapai tempat Tuhan dengan keadaan seperti ini?" tanya perampok itu. Mereka tak percaya akan kemampuan dan kesungguhan Amak Stowek.
"Aku mampu dan tahu tempat Tuhan," jawab Amak Stowek.