"Aku mau bertemu Tuhan," jawab Amak Stowek terbata-bata.
"Kau tahu tempatnya Tuhan?" tanya amak itu.
"Iya, aku tahu. Tuhan ada di Bukit Tuhan," jawab Amak Stowek.
"Kau tahu dimana Bukit Tuhan itu?" tanya amak itu.
"Aku belum tahu," Jawab Amak Stowek.
"Kalau begitu kamu ikuti arah matahari terbit. Di situlah tempat Bukit Tuhan itu," kata amak itu. "Tapi, tolong sampaikan salamku pada Tuhan!" pinta amak itu.
"Salam apa?" tanya Amak Stowek.
"Salam pada Tuhan. Aku akan ditempatkan di surga mana. Katakan juga kalau aku umatNya yang tak pernah putus beribadah setiap waktu. Bahkan, tak pernah istirahat ibadah sampai berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Batu tempat ibadahku pun sudah berbekas. Ingat itu
jangan lupa!" seru amak itu."Aku telah membantumu menunjukkan letak Bukit Tuhan. Sekarang kau harus membantuku," ujar amak itu.
"Baik, baik... saya akan menyampaikan salammu pada Tuhan kalau aku bertemu nanti," kata Amak Stowek sembari memohon pamit dan minta lewat di depan amak itu. Amak itu pun mempersilakan Amak Stowek melanjutkan perjalanannya mencari Tuhan.
Hari-berganti hari, siang berganti malam, malam berganti siang. Tanpa terasa perjalanan Amak Stowek sudah masuk empat bulan lamanya. Bekal yang dibawa Amak Stowek sudah hampir habis. Tinggal dua biji ambon, dan satu buah puntik yang sudah tampak mengering. Ia tetap melanjutkan perjalanannya melewati sungai-sungai besar dan kecil. Masuk dan keluar hutan lebat. Hingga suatu hari, saat berada di tengah hutan. Ia melihat segerombolan perampok yang sedang membagi-bagikan hasil rampokannya. Dengan penuh gembira ria para perampok itu tertawa terkekeh-kekeh melihat hasil rampokannya yang bertumpuk-tumpuk. Mulai dari piring, baju, perhiasan beraneka ragam, dan berbagai jenis hewan ternak, seperti kambing dan sapi.