Di kota aku tinggal ngontrak bersama 3 temanku dari daerah dan suku yang berbeda-beda. Kami sudah seperti keluarga. Saling berbagi makanan, resep masakan dan berganti jadwal untuk saling menjadi imam saat shalat jamaah di rumah. Kami begitu dekat, bahkan tak sungkan untuk makan satu piring berempat.
Hingga suatu malam saat aku tengah berkumpul dengan teman-temanku, sebut saja namanya Tika, Septy dan Ida. Semua berawal ketika Tika teman sekamarku bilang kalau dia sedang naksir sama kakak tingkat kita sebut saja namanya Jojo. Septy pun demikian dia sedang naksir dengan teman sekampus, kalau Ida setia sama pacar lamanya. Dia pacaran sejak SMA dan bertahan sampai sekarang. Kalau kredit mobil lunas kayaknya. Hehe
"Zahra, kita sudah ngasih tahu gebetan kita nih. Sekarang kamu kasih tahu siapa gebetan kamu", ucap Tika.
"Apa, gebetan? Aku nggak punya hehehe" jawabku polos, karena memang saat itu tidak pernah terlintas untuk mencari gebetan di kampus. Bisa bertahan di jurusan yang tidak kuinginkan saja sudah suatu anugerah.
"Ah, masa nggak ada sih. Ayo dong kasih tahu kita, siapa orang yang kamu suka", desak Septy.
Aku berpikir sejenak
"Baiklah kalau kalian maksa", hmmm. (sejenak aku diam membuat mereka penasaran). Aku beneran nggak ada gebetan dan gak ada yang lagi di sukai, aku ke sini buat kuliah, lagian aku nggak pernah pacaran sampai sekarang", jawabku.
"Serius kamu belum pernah pacaran?", tanya Ida dengan nada kepo.
"Iya, serius" jawabku.
"Kenapa?", sahut Septy.
Awal mula aku memutuskan untuk tidak ingin berpacaran sebetulnya karena ketidaksengajaan waktu itu. Semasa SMA aku menaruh hati pada kakak kelasku, dia ketua OSIS yang begitu tampan dan seorang aktivis. Entah mengapa aku selalu suka dengan aktivis. Apalagi kalau dia sebagai ketua. Seakan menunjukkan kalau dia bisa menjadi pemimpin yang baik. Yah, dia adalah cinta pertamaku. Laki-laki pertama yang bisa membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.