Semester satu lewat begitu saja. Hingga memasuki awal perkuliahan semester dua, tanpa sengaja kami semua berkumpul dalam satu moment sharing agar lebih mengenal satu sama lain.
"Pak, kamu itu jangan begitu sikapnya, kelihatan seram dan angkuh lho", ketus salah satu teman.
"Memangnya bagimana?", jawabnya.
"Ya biasa aja, tatapanmu lho bikin seram orang yang lihat", seru Mufi.
"Owalah, perasaan saya biasa saja lho. Ya sudah saya minta maaf, besok-besok nggak lagi", sahutnya.
Semenjak moment itu, sikapnya berubah. Jadi lebih aware, saling bercerita satu sama lain tapi tetap jaga jarak. Dia memang pintar sejak dulu IPnya saja nyaris sempurna dan di semester berikutnya benar-benar sempurna 4.00. Amazing banget menurutku. Selain pintar, akhlaknya juga sangat baik, terlebih kepada para dosen. Maka tak heran lagi jika dia menjadi kesayangan dosen-dosen fakultas.
Malam itu tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Entah mengapa, rasanya sangat gelisah. Aku sendiri tak paham apa yang sebenarnya menguasai pikiranku.Â
Kubuka HPku tak ada notice apapun. Waktu menunjukkan pukul 01.00 WIB semesta seakan memberikanku kode untuk mengadu pada Sang Illahi. Tak ingin menyia-nyiakannya begitu saja. Segera aku bergegas untuk mengambil wudu dan melaksanakan qiaumulail.
Pagi hari aku berangkat kuliah seperti biasanya. Rupanya hari itu dosen kami sedang berhalangan tidak masuk. Kelaspun kosong hanya di isi diskusi sebentar.
Tiba-tiba aku terkaget dengan pernyataannya saat di depan kelas.
"Semalam aku memimpikan kamu lho", ucapnya sembari duduk di bangku dosen.