Adat budaya leluhur yang diturunkan pada anak cucunya melalui pembiasaan di rumah dengan segala tata krama, pengetahuan dan keterampilan  di tatar Sunda ini seharusnya menjadi akar budaya yang melekat yang tidak tergerus oleh kemajuan teknologi. Banyak hal posistif yang sesuai dengan jaman dapat terus dipertahankan sebagai jati diri. Bagaimana mengungkapkan dan menerima Bahasa dalam tatar Sunda sangat kental penghormatan pada orang dewasa dan akrab dengan teman sebaya sangatlah baik tetap dipergunakan sebagai kekuatan bangsa. Bagaimana saat seseorang datang ke tatar Sunda seperti Kota Bandung segala tata krama keluhuran budi bahasanya dapat ditemukan dimanapun di sudut kota Bandung pada hari Rabu. Dengan maksud yang sama di setiap pelosok negeri adat budaya bagaimana bersosialisasi dan berpakaian adalah yang paling mudah dikenali orang sebagai ciri khas budaya suatu tempat ini dapat dilihat di Bandung. Bandung sabagai ibu kota provinsi Jawa barat tempat yang menjadi acuan bagaimana kebijakan pemerintahan bagi kabupaten kota lainnya , tentulah akan menjadi salah satu tumpuan utama arah kebijakan di daerah kabupaten kota lainnya. Sehingga bagaimana program Rebo Nyunda akan menjadi berimbas pada kabupaten kota lain dengan cepat yang tentu akan diolah dan disesuaikan dengan potensi unggulan masing-masing daerahnya. (Djuwita, 2019)
Bagaimana program Rebo Nyunda telah dirasakan menggaung di dunia anak muda atau remaja Bandung yang bangga dengan akar budaya Sunda menjadi salah satu upaya mempercepat penguatan kembali akar budaya Sunda. Bandung sebagai pusat Jawa Barat tentu juga menjadi acuan generasi muda di daerah apa yang sedang digaungkan di kota Bandung, terus berkembang marak juga di kabupataen kota lainnya. (Choerunisa & Dahliyana, 2017)
Salah satu upaya yang paling mudah adalah dengan membiasakan penggunaan Bahasa Sunda yang sarat dengan tata krama adab budaya Sunda. Diharapkan dengan bahasa sebagai alat komunikasi yang mudah ditiru dan dilakukan menjadi perubahan awal ciri budaya dapat dikembangakan. Karena bahasa ini tidak membutuhkan alat atau bahan yang harus disediakan saat akan diekspos, cukup memiliki kompetensi berbahasa yang dikuatkan terutama terkait dengan tata bahasanya selain dari sastra sunda yang dapat dikembangkan. Anak usia dini sebagai generasi emas yang ada pada masa peniru ulung memungkinkan mereka meniru bahasa dan mengungkapkan detail hingga intonasinya dapat dijadikan agen perubahan bagaimana komunikasi bahasa Sunda dapat kembali di budayakan di barbagai pelosok bumi Parahyangan ini. (Risnawati & Nuraeni, 2019)
Bagaimana suatu kebijakan akan menjadi lebih maksimal jika kita dapat memasukkan  konsep teori kritis. Yaitu saat suatu kebijkan dianggap kurang sesuai dengan nilai yang diyakini diri dapat disesuaikan dengan melihat kemaslahatan bagi orang banyak. Jika rebo nyunda hanya mengenalkan budaya berupa penggunaan bahasa dan pakaian tidaklah menjadi bertentangan dengan penyesuaian di beberapa hal. Misal terkait pakaian akan disesuaikan juga dengan ajaran agamanya, lalu terkait nilai atau adab makan hanya untuk pengenalan agar saat bersosialisasi dapat saling menjaga dan menghormati akar budaya tersebut. Bukan untuk mencari siapa yang lebih baik tetapi lebih pada bagaimana dapat saling menghormati perbedaan. Sehingga untuk memfasilitasi masyarakat suku Sunda juga mengenal budaya lain akan lebih baik juga diadakan hari bhineka tunggal Ika, yang bergantian setiap minggu mengenal beragam budaya masyarakat pendatang. Keanekaragaman pakaian dan bahasa dalam satu hari akan mewarnai keindahan dan potensi bangsa. Pengenalan dilakukan sesuai dengan keberadaan dari suku yang ada di lingkungan perkantoran dan Lembaga Pendidikan. (Meidiyana & Sunaria, n.d.)
Sehingga bagaimana Rebo Nyunda akan menjadi lebih maksimal dengan mengenalkan bagaimana beberapa nilai luhur budaya Sunda yang dapat diadopsi masyarakat budaya lain untuk saling membuat nyaman bagi sesamanya dan tidak bertentangan dengan keyakinan yang dipahaminya. Perasaan tetap merasa dihargai keberadaaanya yang merupakan bagian dari nilai budaya Sunda langsung di ejawantahkan dalam bagian  yang terintegrasi dalam kepahaman Manusia seutuhnya dengan Rebo Nyunda. (Kartini et al., 2020)
Sama halnya dengan saat kita  harus menggunakan bahasa Inggris agar dapat bergaul lebih luas di muka bumi ini, karena kita pahami saat banyak orang paham dengan bahasa Inggris ini akan memudahkan komunikasi. Maka bagaimana masyarakat pendatang juga berusaha memahami bahasa Sunda bukan sebagai keharusan yang menjadi beban tetapi menjadi kebutuhan dirinya, agar tidak terjadi kesalahpahaman berkomunikasi baik dalam bahasa verbal maupun non verbal saat bersosialisasi dilingkungan masyarakat Sunda. (Utami, 2015)
Bagaimana kemampuan berbahasa ini menjadi bagian dari kekayaan kemampuan berbahasa tiap anak. Saat kita dapat menggunakan bahasa orang setempat ada penghormatan yang mendalam akan bahasa  setempat. Bagaimana hal ini digunakan sebagai pendekatan di PAUD untuk menguatkan profil pelajar Pancasila dengan berkebhinekaan global menggunakan pola pikir kritis menguatkan gotong royong. (Fitriana, 2018)
Saat terjadi perbedaan budaya pendatang, sudah menjadi tatanan masyarakat bahwa pendatang dahulu yang akan menyesuaikan diri terlebih dahulu sebagai bagian dari tata krama memasuki suatu wilayah. Kemudian masyarakat luaslah yang akan mencoba memberikan pemahaman untuk membuat nyaman para pendatang. Penyesuaian diri ini adalah bagian dari kebutuhan diri para pendatang agar lebih mudah diterima dan bersosialisasi memahami adat dan budaya tanah yang kini jadi tempat tinggalnya. Saat memahami budaya kebanyakan di daerah tempat tinggalnya akan menghindarkan dirinya dari kesalah pahaman karena perbedaan adat budaya. (Yayu et al., 2019)
Budaya berkaitan dengan karakter yang tidak mudah di rubah dalam waktu pendek.  Akan lebih mudah merubah yang sedikit dari pada yang banyak. Hal inilah yang menyebabkan mengapa yang minoritas akan lebih di tuntut menyesuaikan pada yang mayoritas. Dengan Rebo Nyunda ini diharapkan penyesuaian para pendatang akan budaya tempat yang dikunjungi atau akan dijadikan tempat tinggalnya akan jauh lebih mudah. Disinilah peran mayoritas masyarakat dapat memberi dukungan kepahaman, proses penyesuaiannya bagi kaum minoritas. Dimana melalui program Rebo Nyunda diharapkan dapat dipandang sebagai bagian dukungan kepahaman memudahkan  masyarakat suku pendatang memahami bagaimana budaya someah suku Sunda yang terbuka dan menghargai para suku pendatang. (Hidayat & Hafiar, 2019)
Saat usia dini ini bagaimana Rebo Nyunda dijadikan bagian dari kurikulum tingkat satuan PAUD dilakukan, hal ini akan menjadi karakter yang kuat bagaimana kebhinekan global siap menjadi potensi mereka kelak dapat hidup dimanapun dan dengan siapapun, dengan saling menghargai. Konten menghargai dan menyesuaikan diri dengan beragam budaya menjadi kekuatan sikap sosial anak usia dini sebagai modal kesuksesan di masa depannya.
Pelaksanaan  kurikulum 2013 di PAUD dengan KTSP yang mengangkat budaya local juga telah menjadi landasan bagaimana Lembaga dapat mengembangkan kecintaan terhadap budaya menjadi bagian dari tujuan pembelajaran yang difasilitasi bagi anak. Melalui Rebo Nyunda ini bagaimana Lembaga mengenalkan sikap, pengetahuan dan keterampilan terkait nilai budaya Sunda yang agung menjadi bagian upaya meningkatkan potensi anak. Tapi tidak dapat dipungkiri pada beberapa bagian masyarakat mengalami kesulitan untuk menerapkannya. Terkikisnya bangga dan terbiasa menggunakan nilai budaya Sunda menjadi salah satu penyebabnya selain dari keberbedaaan latar belakang budaya dari masyarakatnya. Akan tetapi jika semua paham tujuan dan dampak besar yang terjadi saat anak diupayakan mengenal berbagai budaya diluar budaya keluarganya untuk  menyiapkan anak siap menyesuaikan hidup dimanapun sebagai  kebutuhan, tidak akan menjadi beban. Hal ini butuh proses dan penggunaan beragam tehnik sehingga menyenangkan bagi semua untuk mengupayakannya. (Pramswari, 2014)