"Butuh 24 tahun buat lo untuk akhirnya jatuh cinta sama seseorang? Gak habis pikir gue, Ra." Ujar Gian yang tengah sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk dimasak. Tangannya sibuk menata, mencuci, dan memotong udang dan sayuran sementara atensi lainnya ia berikan pada Ara yang berakhir menceritakan semua hal yang belum Ara ceritakan pada Gian. Terpisah kota ditambah keduanya sangat sibuk pada pekerjaan masing-masing membuat kedua sahabat ini kesulitan untuk berbagi waktu bersama. Sampai akhirnya Ara berkesempatan untuk pulang ke rumah orang tuanya dan menyempatkan untuk berkunjung ke rumah Gian yang tidak terlalu jauh dari rumah orang tuanya.
"Gue ke sini bukan buat nerima penghakiman lo ya, Gi." Dengus Ara kesal sembari kembali menatap layar ponselnya yang sempat terdistrak oleh ujaran Gian. "Lagian lo masak apaan sih dari tadi perasaan gak kelar-kelar. Keburu laper nih, gue."
"Gue masakin lo shrimp scampi with capellini pasta. Sebenernya ini resep baru gue, dan gue pengen lo yang pertama kali nyicipin ini."
"Kalo ga enak nanti gue bikin exposing thread elo di twitter."
"Dih, alay lo. Jadi, kayak apa, Ra?" Gian bertanya dengan suaranya yang sedikit berat, terkekeh. "Jatuh cinta." Ara tak langsung menjawab. Meletakkan ponselnya di meja dan beralih menatap Gian yang masih telaten dengan pekerjaannya.
"Well. Rasanya gak kayak di cerita-cerita roman, di film, atau di puisi. Gak selalu tentang debaran di dada, kupu-kupu di perut, atau getaran anomali lainnya. Gak selalu tentang bunga di musim semi, atau bintang yang berserakan di angkasa, atau sesuatu yang bikin lo ngerasa dunia ini milik berdua. Tapi buat gue, love.....is kind, warm, and happy. It gives me hope. Bikin gue semangat buat bangun tiap pagi, bikin gue senyum-senyum gak jelas, bikin apapun yang gue lakukan jadi punya nilai lebih. Bikin gue mengapresiasi hidup gue lebih baik. Love is happy, it makes me feel safe and wants to live forever."
Gian tersenyum simpul. "Yeah?"
"Yeah." Ara meneguk sodanya yang tersisa setengah. Lalu menatap pantulan wajahnya di gelas kaca. "Gue sama Nino sering berantem. Sama-sama pernah saling nyakitin. But we ended up forgiving each other because love is kind. Kami sama-sama gak perfect, dan mencintai itu gak mudah. Kayak lo akan selalu dihadapkan pilihan yang susah ketimbang yang gampang. Lo harus bisa menjaga hubungan lo walaupun lo capek. Lo harus bisa suportif walaupun kadang rasanya kayak lo lagi ninju tembok. Cinta butuh pengorbanan. I feel it. Itu bikin lo secara sadar gak sadar menempatkan pasangan lo sebelum diri lo sendiri. Tapi semua rasa sakit itu kami lewati bareng-bareng dan bikin kami berusaha buat lebih ngerti satu sama lain. You don't know how to love until you learn how to forgive, dan menurut gue itu valid."
Suara minyak panas serta riuh penggorengan seperti turut menemani perbincangan Gian dan Ara sore itu. "Sayang sama orang itu gak cuma kerasa manis-manisnya doang. Kadang lo bakal ngerasa marah, capek, kesel, tapi dengan segala emosi lo yang membuncah, it still feels right. Pas gue liat Nino bangun tidur, rambutnya berantakan, mukanya bengkak. Pas gue denger suaranya serak di telepon. Pas dia becanda tapi gak lucu sama sekali. Pas dia makan tapi nasinya ke mana-mana bahkan ada yang nempel di bibirnya, he looks so stupid. But he'll always looks good to me. Bola matanya kecoklatan, bulu matanya lentik, senyum idiotnya, lesung pipitnya. Turns out, he's beautiful no matter what. Tiba-tiba gue udah bikin puisi di kepala gue. Kadang gue mikir kayak, I'm so gone for him. Head over heels. Ternyata gue bisa sebucin ini sama seseorang. Kaget juga gue."
Biasanya Gian akan meledeki habis-habisan jika Ara mulai menjadi sosok yang sentimen, seperti saat ini. Namun, Gian lebih memilih melihat Ara larut dalam perasaannya yang cukup dalam. Maka, ia hanya tersenyum. "That Nino guy is phenomenal. Lo seneng banget ya sama dia. Gue jadi ikut seneng. Lo kan susah buat attach sama orang. Tapi lo bisa head over heels gitu sama doi. Lo nemu dia di mana sih?" Gian akhirnya mampu melontar pertanyaan yang cukup mengganggunya sejak awal Ara bercerita.
"Nemunya...." Ara menyesap sisa sodanya sampai habis. "Di caf deket kantor gue. Waktu itu di TV nayangin United vs Arsenal. Tau kan lo gue gak suka banget sama Arsenal. Ternyata kalah dong 0-1. Yaudah gue kesel banget kan, jadi ranting sendiri gue. Eh ternyata dia ada di belakang gue dan fans united juga. Berakhir kita sama-sama bersedih ria. Lo pernah denger gak katanya no bond is stronger than two people who hate the same person. Nah kayanya itu yang terjadi sama gue dan Nino. Abis itu, kita jadi sering ketemu di caf itu karna kantor gue dan dia deket. Awalnya gue biasa aja, dia juga kayanya. Sampe akhirnya kita sama-sama confess. Seneng banget gue ternyata our feeling is mutual. Tadinya gue takut ditolak hahaha."