Mohon tunggu...
Labib Syarief
Labib Syarief Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Pergilah ke dalam diri sendiri untuk mengenal Allah

Suka baca buku dan menulis terkait hubungan internasional, tasawuf, dan psikologi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebijakan Luar dan Dalam Negeri Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Kedaulatan Terkait Konflik Laut China Selatan

9 Mei 2024   11:35 Diperbarui: 9 Mei 2024   11:40 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2.2. Nelayan Natuna terdampak pendapatannya akibat banyaknya kapal asing mencuri ikan di laut Natuna

Akibat konflik LCS, banyaknya kapal asing yang semena-mena mencuri ikan di laut Natuna. Hal tersebut telah berdampak pada enggannya nelayan Natuna untuk melaut, sehingga terjadi menurunnya pendapatan nelayan Natuna. Pada 7 Januari 2020, Ketua Himpunan Nelayan Indonesia (HNI) Kabupaten Natuna, Zaenuddin Hamzah menyatakan terjadi penurunan pendapatan sebesar 25 persen dibandingkan saat Menteri Susi Pudjiastusi masih menjabat sebagai Menteri KKP (Nurdin, 2020).

Menurutnya, kapal nelayan Natuna cukup kecil jika dibandingkan kapal asing, sehingga mereka hanya mampu melaut sejauh 12 mil. Apalagi diperburuk dengan kapal penjaga pantai China yang bandel untuk mendampingi nelayan China, padahal nelayan Natuna juga dikawal oleh TNI AL dan Bakamla. Ia juga menambahkan kapal penjaga pantai China lalu lalang masuk ke ZEE saat pasukan penjaga dari Indonesia lengah (Nurdin, 2020). Berdasarkan penjelasan tersebut, konflik LCS berdampak langsung pada keresahan nelayan Natuna dalam melaut akibat adanya kapal asing, sehingga pendapat nelayan Natuna mengalami penurunan. Hal ini merupakan bagian dari ancaman kedaulatan Indonesia berupa ancaman keamanan ekonomi dari sektor perikanan yang dirasakan langsung oleh nelayan Natuna.

B. Kerangka Teori

Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan oleh penulis di atas yaitu terkait ancaman kedaulatan Indonesia di bidang keamanan politik dan ekonomi akibat konflik LCS. Penulis menggunakan teori neo-realisme defensif dalam menganalisis upaya pemerintah Indonesia untuk menghadapi ancaman kedaulatan Indonesia akibat konflik LCS. Teori neo-realisme defensif merupakan turunan dari teori neo-realisme yang dicetuskan oleh Kenneth Waltz, ia menyatakan bahwa dengan adanya sistem anarki (ketiadaan otoritas tertinggi di atas negara), telah membuat sistem internasional bersifat konfliktual, sehingga setiap negara harus mempertahankan dirinya berupa self-help (tindakan sebuah negara untuk mengamankan keamanan nasionalnya sendiri tanpa bantuan negara lain). Berbeda dengan teori neo-realisme ofensif yang lebih mengejar power, teori neo-realisme defensif lebih menekankan pengunaan power untuk keamanan negara yang bersifat defensif, baginya penggunaan power harus digunakan secara bijak, bukan untuk penyerangan (Riliani et al., 2020)

Selain itu, untuk merealisasikan self-help dalam sistem anarki, teori neo-realisme defensif memandang keberhasilannya di antaranya bergantung pada jumlah populasi, luas wilayah, kapabilitas militer dan ekonomi, serta stabilitas politik (Riliane et al., 2020). Dengan demikian, bagi teori neo-realisme defensif bahwa keberhasilan suatu negara dalam mempertahankan diri melalui self-help dalam sistem anarki internasional adalah seberapa optimal negara tersebut menggunakan akumulasi kekuatan (power) yang dimilikinya untuk menjaga keamanan nasional bukan untuk meraih kekuasaan atau hegemoni dunia.

C. Analisis Kebijakan Luar dan Dalam Negeri Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Kedaulatan Terkait Konflik LCS 

Teori neo-realisme defensif ini dapat digunakan dalam menganalisis kebijakan dalam dan luar negeri Indonesia yang telah dilakukan terkait ancaman kedaulatan Indonesia atas konflik LCS. Berikut adalah analisisnya:

1. Kebijakan luar negeri Indonesia atas ancaman kedaulatan terkait konflik LCS

Teori neo-realisme defensif memandang bahwa konflik di LCS terjadi karena terjadi anarki, dengan kata lain tidak adanya otoritas tertinggi yang mengatur atau mengelola konflik di LCS, sehingga Indonesia perlu melakukan self-help atau mempertahankan diri agar keamanan nasionalnya terjaga. Oleh kareanya upaya self-help yang dilakukan Indonesia antara lain:

Pertama, memperakarsai lahirnya Declaration of Conduct of parties in The South Chine Sea (COD) di Pnom Penh pada 4 November 2002, ASEAN dan China menandatangani COD ini. Upaya Indonesia terkait lahiranya DOC telah dimulai melalui pidato lokal karya Menlu RI Ali Alatas di Bandung pada tahun 1991, bahwa Indonesia menginginkan adanya kemungkinan kerjasama dan kepercayaan antar negara yang bersengketa di LCS. Perlu diketahui DOC adalah dokumen politik untuk mengurangi ketegangan, memajukan kerjasama dan kepercayaan antara pihak yang bertikai (Kristine, 2014). Indonesia beperan penting dalam memprakarsai DOC ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun