"Ngertiku nek wong islam iku ora mekso karo kekarepan. Ibarate gedang mateng nang wit ora mateng diimbu. Karbitan ketoke mateng kuning ning rasane sepet"
Rupanya sang maestro sedang bercerita  tentang  masa-masa dirinya menjadi muslim. Tahun antara tahun 1990 saat itu ada krenteg dari hati untuk membangun sebuah masjid di kampung halaman. Saat itu dia belumlah seorang muslim. Isteri, anak-anak dan keluarga sudah muslim namun dirinya masih belum muslim.
Dalam kisahnya, Manteb Sudarsono sempat berkonsultasi dengan Gusdur perihal maksudnya untuk membangun masjid.
Pada  satu forum Bersama Cak Nun. Ki Manteb Soedarsono menceritakan kisah hidupnya saat menjadi muslim yang taat. Bahwa antara tahun 1990, istri Ki Manteb berkata," Mas, Kowe shalat tho... (Mas, kamu itu shalat lah) serumah kok hanya kamu yang tidak shalat." Hanya dijawab," Lha kenapa Bu? Bu agama Islam itu tidak pernah memaksakan kehendak. Ibarat pisang, biarlah matang di Pohon. Jangan sampai matang dikarbit, terlihat kuning tetapi rasanya sepet."
Mengingat saat itu kluarga Ki Manteb semua sholat. Putra Ragil dari Ki Manteb bilang padanya "Pak...bapak Sholato, sesok nek bapak sedho mlebet neraka lho ".
Neraka yo ben, sesok neng kono nek pethuk bapak, dadaaaaa...
Bapak iki dawuhe ustad kulo lho.... bapak ki....
Kemudian Pak Manteb melihat Gatot, putra bungsunya yang baru kelas 3 SD sedang berjalan untuk Jumatan ke masjid yang berjarak 3 km dari rumah di Karanganom. Pak Manteb menawarkan,"Ayo Bapak antar pake mobil." Namun hanya dijawab singkat oleh sang anak, "Terima kasih Pak. Saya mau diantar kalau Bapak sudah sholat." Hal tersebut juga disampaikan Si Bungsu kepada temannya. Aku gelem Jumatan numpak Mobil nek bapakku wes sholat.
Pada ceritanya pak Manteb belum juga mau sholat. Sampai kemudian rasan-rasan dengan istri. Bahwa dia punya tanah. Kasian anak yang jauh jika mau sholat jumat.
"Ora sholat ko mbangun masjid"
Lha saya mau berbuat baik, coba tanya kepada ustad sing pinter, timbang gawe masjid diwadani wong. S