Mohon tunggu...
Kya Dewi Davina
Kya Dewi Davina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi membaca, mendengar musik, dan menulis sejak sekolah dasar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengundi Nasib dengan Anak Panah dalam Islam: Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

18 Juni 2024   11:42 Diperbarui: 18 Juni 2024   11:58 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Getty Images/iStockphoto/AndreyPopovBaca

Mengundi nasib dengan anak panah adalah salah satu bentuk praktek ramalan yang dikenal dalam tradisi masyarakat Jahiliyyah sebelum datangnya Islam. 

Praktek ini melibatkan penggunaan anak panah atau benda lain untuk menentukan keputusan atau nasib seseorang, seperti apakah suatu tindakan akan berhasil atau tidak, apakah perjalanan akan aman atau berbahaya, dan lain sebagainya. Dalam Islam, praktek seperti ini sangat dilarang karena bertentangan dengan prinsip tawakal (berserah diri) kepada Allah dan kepercayaan pada qadar (takdir) yang telah ditetapkan oleh-Nya.

Larangan dalam Al-Qur'an

Allah SWT secara tegas melarang praktek mengundi nasib dengan anak panah dalam Al-Qur'an. Firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 90-91 menyebutkan:

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al-Maidah: 90)

Ayat ini dengan jelas menyebutkan bahwa mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan, sehingga harus dijauhi oleh setiap Muslim.

Larangan dalam Hadits

Selain Al-Qur'an, larangan mengundi nasib dengan anak panah juga ditegaskan dalam berbagai hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang relevan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang datang kepada dukun atau tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa mempercayai ramalan dan praktek mengundi nasib, termasuk dengan anak panah, adalah tindakan yang dapat membawa seseorang keluar dari iman.

Prinsip Tawakal dan Kepercayaan pada Qadar

Dalam Islam, umat Muslim diajarkan untuk selalu bertawakal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam segala urusan. Ini berarti bahwa keputusan dan nasib seseorang sepenuhnya berada di tangan Allah, bukan ditentukan oleh ramalan atau praktek mengundi nasib. Firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 51:

"Katakanlah (Nabi Muhammad), "Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal." (QS. At-Taubah: 51)

Ayat ini menegaskan bahwa semua yang terjadi pada diri manusia adalah atas izin dan ketetapan Allah, sehingga mempercayai selain Allah dalam menentukan nasib adalah suatu kesalahan besar.

Alasan Mengapa Mengundi Nasib Dengan Panah Atau Hal Serupa Dilarang Dalam Islam

Mengundi nasib dengan menggunakan panah atau sesuatu yang bersifat acak dilarang dalam Islam karena tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip keadilan dan kepercayaan kepada Allah. Islam mengajarkan bahwa kehidupan manusia harus didasarkan pada usaha, keadilan, dan pertimbangan yang matang, bukan pada keberuntungan semata.

Berikut adalah beberapa alasan mengapa mengundi nasib dengan panah atau hal serupa dilarang dalam Islam:

  1. Keadilan: Islam mengajarkan bahwa setiap individu harus bertanggung jawab atas tindakan dan keputusannya. Mengandalkan nasib semata untuk menentukan hal-hal penting seperti keputusan hidup tidak adil, karena tidak mempertimbangkan faktor usaha, pengetahuan, atau kebijaksanaan.

  2. Ketergantungan kepada Allah: Islam mengajarkan bahwa manusia harus mengandalkan Allah dalam segala hal, termasuk dalam pengambilan keputusan. Mengandalkan panah atau nasib semata berarti mengabaikan prinsip ketergantungan kepada Allah dalam menentukan nasib hidup.

  3. Menghindari praktik-praktik jahiliyah: Sebelum kedatangan Islam, praktik-praktik seperti ramalan atau mengundi nasib dengan acak sangat umum di masyarakat Arab jahiliyah. Islam datang untuk menghapus praktik-praktik tersebut dan menggantikannya dengan prinsip-prinsip yang lebih adil dan ilmiah.

  4. Menjaga integritas dan kepercayaan: Mengandalkan nasib semata dapat merusak kepercayaan dan integritas individu serta masyarakat. Islam mendorong untuk bertindak secara bertanggung jawab dan transparan dalam setiap keputusan dan perbuatan.

Dengan demikian, Islam menekankan pentingnya usaha, pengetahuan, keterampilan, dan pertimbangan bijaksana dalam pengambilan keputusan hidup. Mencari petunjuk atau nasihat dari Allah dalam doa, mempertimbangkan masukan orang lain, dan menggunakan pengetahuan serta akal untuk membuat keputusan yang tepat adalah nilai-nilai yang dianjurkan dalam Islam.

Kesimpulan

Mengundi nasib dengan anak panah merupakan salah satu praktek yang dilarang dalam Islam karena bertentangan dengan prinsip tawakal dan kepercayaan pada qadar. Larangan ini ditegaskan dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, yang mengajarkan bahwa hanya Allah yang menentukan nasib dan takdir setiap makhluk-Nya. 

Umat Muslim diharapkan untuk selalu berserah diri kepada Allah dan menghindari segala bentuk praktek ramalan dan takhayul yang dapat merusak akidah mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun