Mohon tunggu...
Kusuma Maharani
Kusuma Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Positivisme

1 Oktober 2024   03:31 Diperbarui: 1 Oktober 2024   04:41 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus Hukum: Pelanggaran Kontrak Penyewaan

Fakta Kasus:A menyewakan propertinya kepada B dengan ketentuan bahwa B harus membayar sewa setiap bulan. Namun, B hanya membayar sewa untuk dua bulan pertama dan kemudian berhenti membayar tanpa alasan yang jelas.

Analisis Menggunakan Filsafat Hukum Positivisme

  1. Definisi Positivisme Hukum:Positivisme hukum adalah pandangan yang menyatakan bahwa hukum adalah kumpulan norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, tanpa mempertimbangkan moralitas atau keadilan. Dalam pandangan ini, hukum bersifat positif dan harus diikuti oleh semua orang.

  2. Sumber Hukum:Dalam konteks pelanggaran kontrak, hukum yang berlaku adalah hukum kontrak yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) di Indonesia. Pasal-pasal yang mengatur tentang perjanjian dan pelanggaran kontrak akan menjadi rujukan utama dalam menganalisis kasus ini.

  3. Analisis Kasus:

    • Kepatuhan Terhadap Kontrak: Dari sudut pandang positivisme, A dan B terikat oleh kontrak yang telah mereka tanda tangani. Pelanggaran oleh B merupakan pelanggaran hukum yang jelas, dan A berhak untuk menuntut B berdasarkan ketentuan yang ada dalam kontrak.
    • Sanksi Hukum: Positivisme menekankan bahwa jika hukum dilanggar, maka akan ada konsekuensi atau sanksi. Dalam hal ini, A dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi atau meminta agar B memenuhi kewajiban kontraknya.
    • Tidak Mempertimbangkan Moralitas: Positivisme tidak melihat alasan di balik pelanggaran tersebut. Meskipun B mungkin memiliki alasan pribadi atau situasi sulit yang menghalanginya untuk membayar sewa, pendekatan positivis tetap berfokus pada kepatuhan hukum.
  4. Implikasi:Melalui lensa positivisme, keadilan dilihat dari penerapan hukum yang konsisten dan objektif. Setiap pelanggaran harus ditangani sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, tanpa mempertimbangkan konteks moral atau sosial. Ini bisa menyebabkan pandangan yang kaku terhadap hukum, tetapi juga memastikan bahwa norma-norma yang ada ditegakkan.

Kesimpulan

Analisis kasus pelanggaran kontrak dari sudut pandang filsafat hukum positivisme menekankan pentingnya kepatuhan terhadap norma-norma hukum yang telah ditetapkan. Dalam situasi ini, B yang melanggar kontrak harus bertanggung jawab sesuai dengan hukum, tanpa mempertimbangkan faktor eksternal atau moral. Pendekatan ini menggarisbawahi karakteristik objektif dan sistematis dari hukum sebagai entitas terpisah dari moralitas.

Positivisme hukum merupakan salah satu aliran dalam filsafat hukum yang memiliki beberapa mahzab. Berikut adalah beberapa mahzab utama dalam positivisme hukum:

  1. Positivisme Hukum Klasik:

    • Dikenal sebagai pemikiran awal positivisme, diwakili oleh tokoh seperti Jeremy Bentham dan John Austin. Mereka menekankan hukum sebagai perintah dari penguasa dan menilai hukum berdasarkan validitasnya yang berasal dari kekuasaan yang sah.
  2. Positivisme Hukum Moderen:

    • Merupakan perkembangan dari positivisme klasik, yang diwakili oleh Hans Kelsen. Kelsen mengembangkan teori "norma dasar" (Grundnorm) yang menjelaskan bahwa semua norma hukum berakar pada norma dasar yang bersifat hipotetik.
  3. Positivisme Hukum Analitis:

    • Dikenal dengan pendekatan analisis bahasa dan struktur hukum, diwakili oleh H.L.A. Hart. Hart menekankan pentingnya peraturan sosial dan mengembangkan konsep "aturan primer" dan "aturan sekunder", serta memperkenalkan ide tentang aturan pengakuan yang menentukan validitas hukum.
  4. Positivisme Hukum Sosial:

    • Berfokus pada hubungan antara hukum dan masyarakat. Mahzab ini menekankan bahwa hukum tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial dan budaya di mana hukum tersebut diterapkan, meskipun tetap berlandaskan pada hukum yang berlaku.
  5. Positivisme Hukum Realis:

    • Memperhatikan bagaimana hukum diterapkan dalam praktik dan keputusan pengadilan. Ini berfokus pada fakta-fakta sosial dan perilaku aktual dari para pelaku hukum.

Masing-masing mahzab ini memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda dalam memahami dan menganalisis hukum, tetapi semuanya sepakat bahwa hukum harus dipahami sebagai entitas yang terpisah dari moralitas dan nilai-nilai etika.

Argumen tentang mahzab hukum positivisme dalam konteks hukum di Indonesia dapat dibahas dari beberapa perspektif:

1. Sumber Hukum yang Jelas

Positivisme hukum menekankan bahwa hukum berasal dari otoritas yang sah. Di Indonesia, sumber hukum utama terdiri dari undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah. Hal ini sesuai dengan pendekatan positivisme yang menekankan kepatuhan terhadap norma yang ditetapkan secara formal.

2. Kepastian Hukum

Salah satu argumen kuat dari positivisme adalah pentingnya kepastian hukum. Dalam sistem hukum Indonesia, kepastian hukum tercermin dalam doktrin "nullum crimen, nulla poena sine lege" (tidak ada kejahatan dan tidak ada hukuman tanpa undang-undang). Hal ini menunjukkan bahwa tindakan hukum harus didasarkan pada ketentuan hukum yang jelas dan tertulis.

3. Pemisahan Hukum dan Moralitas

Positivisme menegaskan bahwa hukum dan moralitas adalah dua hal yang terpisah. Dalam praktiknya, meskipun ada banyak norma yang dianggap moral, hukum di Indonesia beroperasi dengan mendasarkan keputusan pada teks hukum yang ada, bukan pada pertimbangan moral atau etika. Misalnya, penerapan hukuman mati dalam kasus tertentu, yang meskipun kontroversial secara moral, tetap dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

4. Prinsip Legalitas

Prinsip legalitas (nullum crimen sine lege) yang diadopsi dalam hukum Indonesia memperkuat argumen positivisme. Hukum di Indonesia menyatakan bahwa tindakan hanya dapat dihukum jika telah diatur dalam undang-undang yang berlaku, yang mencerminkan sifat positivis dari hukum.

5. Fokus pada Praktik Hukum

Dalam konteks positif, hukum di Indonesia tidak hanya dilihat dari norma-norma yang tertulis, tetapi juga bagaimana norma tersebut diterapkan dalam praktik. Pengadilan dan aparat penegak hukum diharapkan untuk mengikuti prosedur hukum yang telah ditetapkan, meskipun sering kali ada tantangan dalam penerapannya.

Kesimpulan

Dalam konteks hukum di Indonesia, mahzab hukum positivisme memberikan kerangka kerja yang jelas untuk memahami bagaimana hukum berfungsi dan diterapkan. Argumen-argumen ini mendukung pentingnya kepatuhan terhadap hukum yang tertulis dan norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, serta menegaskan bahwa keadilan dalam sistem hukum tidak selalu bersesuaian dengan moralitas individual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun