Mohon tunggu...
Kusuma Maharani
Kusuma Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Hukum Islam

1 Oktober 2024   04:19 Diperbarui: 1 Oktober 2024   04:19 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum Islam sebagai Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial

Menurut teori struktural fungsional, masyarakat merupakan suatu organisme yang harus ditelaah dengan konsep-konsep biologis tentang struktur dan fungsi. Fungsionalisme yang berakar pada awal abad ke-19 masehi masih merupakan perspektif konseptual tertua dalam sosiologi yang hingga kini masih dominan dan memengaruhi ilmu sosial lainnya, termasuk antropologi. organisme August Comte, Spencer, dan Emile Durkheim memengaruhi para fungsionalis antropologi pertama, seperti Malinowski dan Radclife Brown yang kemudian membantu perspektif fungsional. Meskipun Durkheim memandang arti penting agama sebagai faktor conscience collective, sebenarnya ia sangat sekuler sebab pernah berkata bahwa semakin modern suatu masyarakat, maka semakin berfungsilah solidaritas yang organik. Hukum yang bersumber dari agama atau norma sosial telah kehilangan relevansinya karena telah digantikan oleh moralitas ilmiah (Saebani, 2007: 47)

Pemahaman di atas memberikan wacana tentang berbagai fungsi agama dalam membentuk sikap hidup dan budaya masyarakat. Keyakinan atas agama adalah kebudayaan terbesar dalam sejarah hidup manusia Yang tidak terbantahkan lagi, agama tidak dapat keluar begitu saja dari jiwa manusia. Simbol-simbol dalam beragama yang dijadikan alat komunikasi dengan Tuhan merupakan kebudayaan yang paling pertama lahir pada manusia. Perkembangan sistem keyakinan dalam beragama pun merupakan salah satu ciri bahwa kebudayaan berubah menuju cara hidup dan cara berpikir manusia yang lebih modern, bahkan termasuk meyakini Tuhan dalam beragama. Bangsa yang menyatakan tidak bertuhan pun dapat dikatakan bahwa keyakinan tidak ada tuhan adalah tuhannya karena tuhan dalam agama-agama tidak bergantung pada ada atau tidaknya keyakinan manusia.

Paham dan Praktik Keagamaan

Salat

Menurut An-Nadzir, benar-tidaknya waktu salat ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah "Sesungguhnya waktu-waktu salat sudah ada ketetapannya yang tercantum dalam al- Qur'an." Bagi An-Nadzir, karena waktu salat itu merupakan ketetapan Allah, dengan demikian, waktu tersebut wajib diikuti  dan tidak boleh diubah-ubah (Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnya 2011: 95). Patokan waktu salat bagi komunitas ini adalah bayangan matahari.

Mengenai hal ini, Lukman Bakti menjelaskan: "Hadis Jibril menjelaskan tentang bayangan-bayangan matahari, sebagai rujukan waktu shalat. Ini bisa dibuka pada Nayl al-Au r... dan berbagai kitab rujukan dari berbagai ulama. Bisa dibuka di situ. Hanya saya heran kenapa para ulama tidak memfatwakan itu, tidak menjadikan itu rujukan. Padahal, jelas dan nyata. Tidak samar. Perintah itu tentang bayangan matahari. Dikatakan, awal zuhur, ketika satu bayangan benda yang ada. Artinya, ketika benda yang kita tancapkan di ruangan bebas pada saat matahari condong ke barat, sehingga bayangan ke timur, pada saat bayangan ke timur yang diukur.

An-Nadzir mengibaratkan gerakan salat berkomunitas dengan gerakan jari-jari tangan. Ketika jari-jari ditegakkan, semua serempak lurus. Kemudian dirapatkan. Jika satu bergerak maka semuanya ikut. Semua gerakan salat dilakukan serempak. Tidak ada yang terlambat.

An-Nadzir sangat menyesalkan salat berkomunitas di berbagai tempat yang tidak kompak: ada yang rukuk, masih ada yang berdiri. Sementara sebagian masih berdiri, sudah ada yang sujud. Menurut An-Nadzir, salat seperti itu tidak benar dalam berkomunitas karena satu orang saja yang melaksanakan salat berkomunitas mufarraqah atau berbeda dengan yang lainnya, baik gerakannya maupun caranya, menyebabkan pahala komunitas tidak diterima di sisi Allah. Tegasnya, cara berkomunitas yang demikian itu adalah sia-sia.

Dalam hal salat Jumat, komunitas ini membantah tuduhan bahwa mereka melaksanakan salat dulu sebelum khutbah. Menurut An-Nadzir, dalam salat Jumat, jika khatib lain, imam lain, berarti hal yang demikian sudah merusak tatanan waktu salat Jumat. Salat Jumat tersebut tidak diterima. Padahal, seseorang yang salat Jumatnya tidak diterima sebanyak tiga kali berturut-turut dicap sebagai orang kafir. Secara tegas, mereka menyatakan bahwa salat Jumat yang dilaksanakan dengan khatib dan imam yang berbeda adalah batal dan dipandang tidak melaksanakan salat Jumat, meskipun orang tersebut tiap hari ke masjid.

Jadi, dalam mendirikan salat jumat, komunitas An-Nadzir memulainya dengan khutbah sebelum salat. Khutbah, bukan ceramah. Khatib tampil hanya memuji Allah, salawat kepada Nabi, setelah itu membacakan ayat. Setelah baca ayat, braka Allahu l, berkah dari Allah bagi khatib dan bagi komunitas dari ayat yang telah dibacakan. Setelah itu duduk, lalu berdiri lagi untuk khutbah kedua. Jadi di sana tidak ada interpretasi, tidak ada uraian-uraian. Semata-mata hanya membacakan ayat karena khutbah bagian dari salat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun